Liputan6.com, Jakarta - Perdana Menteri Kanada ke-23, Justin Trudeau mengumumkan pengunduran dirinya setelah hampir satu dekade memimpin negara tersebut. Keputusan Justin Trudeau ini mengejutkan dunia politik Kanada dan memicu spekulasi tentang masa depan Partai Liberal yang dipimpinnya.
Trudeau mengumumkan pengunduran dirinya di depan kediamannya di kawasan Rideau Cottage, di Ottawa pada Senin (6/1), di mana dia berbicara dalam bahasa Inggris dan Prancis.
“Saya berniat mengundurkan diri sebagai pemimpin partai, sebagai perdana menteri, setelah partai memilih pemimpin berikutnya melalui proses yang solid, berskala nasional, dan kompetitif. Tadi malam, saya meminta presiden Partai Liberal untuk memulai proses tersebut,” tuturnya, dalam pernyataan resmi pengunduran diri tersebut, dikutip Rabu (8/1/2025).
Bagaimana kondisi ekonomi Kanada di tengah momentum pengunduran diri Trudeau?
Mengutip Financial Post, PDB riil per kapita Kanada pada kuartal ketiga 2024 menurun untuk keenam kalinya.
PDB Kanada di kuartal tersebut anjlok hingga sebesar 0,4 persen.
Tingkat pengangguran Kanada pada bulan November juga naik menjadi 6,8 persen, naik satu poin persentase dari periode yang sama tahun lalu.
Ekonom di Universitas Dalhousie, Lars Osberg menyebutkan bahwa Kanada tengah mengalami Resesi yang sudah berlangsung cukup lama.
Namun, Kanada tidak mengalami kontraksi selama dua kuartal berturut-turut, yang menurut definisi standar pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) negatif.
Perekonomian Kanada pada kuartal kedua 2024 sempat tumbuh di atas perkiraan sebesar 2,1 persen, sebelum turun menjadi 1 persen pada kuartal selanjutnya.
"Dalam hal PDB per kapita, kita telah mengalami resesi selama beberapa waktu sekarang dan peningkatan tingkat pengangguran mencerminkan hal itu," kata Osberg.
Namun, Osberg mengatakan resesi akan terjadi jika bukan karena pertumbuhan populasi Kanada yang bersejarah.
Pada tahun 2023 negara itu mencatat lonjakan populasi tercepat dalam 66 tahun, bertambah sebanyak 1,3 juta orang, atau 3,2 persen, yang sebagian besar berasal dari imigrasi.
Semua penduduk baru tersebut membeli kebutuhan pokok dan meningkatkan konsumsi cukup banyak untuk menutupi ekonomi yang sedang berjuang, Osberg menyoroti.
“Ketika pertumbuhan populasi mencapai tiga persen per tahun, itu berarti banyak orang yang menambah permintaan agregat,” jelas dia.