Liputan6.com, Jakarta Polemik terkait Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di kawasan pesisir kembali memanas, terutama soal klaim pagar laut sepanjang 30 kilometer. Konsultan Hukum PIK 2, Muannas Alaidid, menegaskan bahwa klaim sertifikasi laut adalah keliru.
Menurutnya, lahan yang dimaksud bukanlah laut, melainkan tambak atau sawah warga yang terabrasi, namun batas-batasnya tetap teridentifikasi dengan jelas dan dialihkan secara hukum.
"Pernyataan Menteri ATR/BPN sudah tegas. Tidak ada laut yang disertifikatkan. Yang ada hanyalah lahan tambak atau sawah yang terabrasi, tetapi batas-batasnya tercatat dan sah secara dokumen, kemudian dialihkan menjadi HGB dan SHM," ujar Muannas, Rabu (22/1/2025).
Koordinasi dengan Lembaga Geospasial
Untuk memastikan keabsahan sertifikasi, Menteri ATR/BPN telah memerintahkan Dirjen SPPN berkoordinasi dengan Badan Informasi Geospasial (BIG). Langkah ini bertujuan memeriksa perubahan garis pantai Desa Kohod sejak tahun 1982 hingga 2024.
Muannas juga mengungkapkan, hasil pengecekan melalui Google Earth menunjukkan bahwa area di sekitar pagar bambu bukan laut, melainkan lahan warga yang terdampak abrasi.
"Kesalahpahaman muncul karena ada pihak yang menganggap pagar laut sepanjang 30 kilometer merupakan bagian dari HGB pengembang. Padahal, sebagian besar adalah SHM milik warga," jelasnya.
Proses Penerbitan HGB Sesuai Prosedur
Muannas menegaskan, penerbitan HGB dan SHM telah melalui prosedur yang sah. Lahan yang awalnya berupa tambak atau sawah milik warga dialihkan menjadi SHGB milik pengembang setelah pembelian resmi, pembayaran pajak, dan pengurusan dokumen legal seperti SK Izin Lokasi dan PKKPR.
"Proses penerbitan SHGB dilakukan secara legal. Lahan yang awalnya SHM milik warga dibeli secara resmi, dibalik nama, dan pajaknya dibayar. Semua prosedur telah terpenuhi," katanya.
Klarifikasi Isu Pagar Laut
Narasi tentang pagar laut sepanjang 30 kilometer yang dikaitkan dengan HGB pengembang, menurut Muannas, adalah kesalahpahaman.
"Isu ini mirip dengan narasi yang salah terkait Proyek Strategis Nasional (PSN) di PIK 2. Tidak semua pagar laut tersebut terkait dengan HGB pengembang, karena ada SHM milik warga yang juga terlibat," ujarnya.
Muannas menekankan pentingnya memahami fakta bahwa kawasan tersebut tidak sepenuhnya dimiliki oleh pengembang. Klarifikasi ini, katanya, penting untuk menghentikan kesalahpahaman publik.