Perang AI: Persaingan Ketat AS-China hingga Ancaman PHK Massal

1 month ago 36
Portal Informasi Hot Petang Viral Non Stop

Liputan6.com, Jakarta Persaingan antara Amerika Serikat (AS) dan China dalam pengembangan kecerdasan buatan (AI) semakin memanas. Menurut pengamat digital Firman Kurniawan, kedua negara ini memiliki strategi masing-masing dalam upaya mendominasi industri AI yang berpotensi memberikan keuntungan ekonomi tinggi.

"Saat ini, AS masih mendominasi industri AI melalui perusahaan-perusahaan teknologi raksasa seperti Microsoft dan Google. Dengan inovasi mereka, AS mampu menguasai pasar dan mendapatkan sumbangan ekonomi yang signifikan dari sektor ini," ujar Firman kepada Liputan6.com, Jumat (7/2/2025).

Namun, China tidak tinggal diam, Pemerintah dan industri teknologi di negeri Tirai Bambu berusaha mengembangkan AI sebagai strategi untuk menyaingi dominasi AS. 

Pada periode pertama kepresidenan Donald Trump, terlihat jelas upaya AS untuk membatasi laju perkembangan teknologi AI China dengan cara membatasi distribusi perangkat keras, seperti microchip, yang sangat dibutuhkan oleh industri teknologi Cihna.

"Ketika pasokan microchip dari AS dibatasi, China tidak kehilangan kreativitasnya. Mereka memanfaatkan microchip dengan kemampuan terbatas dan berhasil mengembangkan AI yang lebih unggul," tambah Firman.

Kemunculan DeepSeek

Sebagai contoh, China kini telah menghadirkan DeepSeek, sebuah sistem AI yang menggunakan microchip dengan spesifikasi lebih rendah dibandingkan microchip buatan AS. 

Namun, berkat efisiensi sistemnya, DeepSeek mampu menghasilkan performa yang luar biasa. Keberhasilan ini bahkan mengguncang pasar saham Nvidia, salah satu produsen chip AI terbesar di dunia, karena produk China tersebut menawarkan solusi AI dengan harga lebih murah namun memiliki performa yang setara.

"Bayangkan, jika produk terbaru iPhone dijual seharga Rp 30 juta, maka China bisa menciptakan produk sejenis dengan kemampuan yang sama hanya dengan harga Rp 900 ribu. Hal inilah yang membuat banyak negara, termasuk yang ingin mengembangkan AI, lebih memilih produk dari China dibandingkan dari AS," jelas Firman.

Persaingan ini bukan hanya antara AS dan China. Negara-negara lain seperti Inggris, Jerman, Italia, dan India juga berupaya menjadi produsen AI, bukan sekadar pasar bagi teknologi dari AS dan China. Mereka ingin menciptakan teknologi AI sendiri untuk memastikan tidak bergantung pada kedua negara raksasa tersebut.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |