Penegakan Aturan Hukum Jadi Kunci Gaet Investasi di Sektor Pertambangan

8 hours ago 7

Liputan6.com, Jakarta - Pertambangan masih menjadi salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, hal tersebut dinilai perlu dibarengi adanya kepastian hukum agar investasi tetap terjaga dan manfaat ekonomi terasa hingga ke daerah.

Menurut kajian Institute for Development of Economics and Finance (Indef), kontribusi sektor pertambangan masih tinggi dengan menyumbang sekitar 8,5 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat produksi batubara nasional mencapai 357,6 juta ton atau 48,34% dari target produksi tahun 2025 sebesar 739,67 juta ton, selama semester I tahun 2025. Pasokan batubara nasional dialokasikan untuk ekspor sebesar 238 juta ton, memasok 45% kebutuhan Listrik dunia.

Indonesia memiliki cadangan komoditas mineral dan batubara yang melimpah, seperti nikel, tembaga, bauksit, timah, emas, perak, besi, dan batubara. Cadangan ini memiliki nilai antara USD3,91 triliun pada 2023, dan akan meningkat jika sumber daya tersebut berubah status menjadi cadangan.

“Indonesia masih kaya potensi sumber daya alam. Namun dibutuhkan kepastian hukum dengan penegakan aturan yang seharusnya,” ujar Peneliti Alpha Research Database Indonesia Ferdy Hasiman, seperti ditulis Kamis (18/12/2025).

Dia mengatakan, polemik saling klaim antara perusahaan tambang pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dan masyarakat masih terjadi. Karenanya, pemerintah pusat harus turun tangan agar polemik tersebut tak berlarut-larut.

“Banyak terjadi di beberapa provinsi, di Maluku, Sulawesi, Kalimantan. Pemerintah pusat harus mengawal IPPKH yang diterbitkan oleh Kementerian Kehutanan,” tegas dia.

Kawasan hutan, dikatakan merupakan milik negara. Sehingga tidak ada yang bisa memanfaatkan tanpa mengantongi izin dari negara. Termasuk jika ada masyarakat yang melakukan klaim memiliki legalitas atas wilayah hutan. Hal itu merupakan bentuk ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan.

Dia membedakan hal tersebut dengan klaim di Area Penggunaan Lain (APL), yakni wilayah di luar kawasan hutan negara yang diperuntukkan bagi kegiatan non-kehutanan seperti pertanian, permukiman, industri, dan infrastruktur.

“Pemegang IPPKH punya izin dari negara untuk melakukan kegiatan pertambangan. Masyarakat tidak bisa asal klaim karena status kawasan hutan adalah milik negara,” ucapnya.

Dikatakan, menjaga kepastian berusaha dan memberikan kepastian hukum kepada investor, juga kepada masyarakat agar ekonomi di daerah tumbuh.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |