Pelaku Industri Minta Harga Gas Dijual Sesuai Aturan Pemerintah, Alokasi Tak Dibatasi

8 hours ago 10

Liputan6.com, Jakarta Industri pengguna gas bumi mengapresiasi komitmen pemerintah untuk tetap melanjutkan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) bagi tujuh sektor industri. Perpanjangan HGBT dinilai sebagai kebijakan strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi 8 persen.

Menteri Eenergi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga telah menerbitkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 76K/MG.01/MEM.M/2025 tentang Pengguna Gas Bumi Tertentu yang ditandatangani Menteri ESDM pada Rabu 26 Februari 2025 dan berlaku selama lima tahun.

Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB), Yustinus Gunawan mengatakan, industri sangat mengapresiasi ketegasan pemerintah melanjutkan kebijakan HGBT yang berlaku mulai 1 Januari 2025 dan berlaku selama lima tahun.

“Kebijakan HGBT jilid 2 ini sangat diapresiasi oleh industri. Meski demikian, kami sedang mengevaluasi terkait implementasi HGBT jilid 2 ini, apakah amanah Kepmen ESDM No.76K/2025 ini dilaksanakan 100% oleh pusat penyalur gas,” kata Yustinus di Jakarta (18/3).

Menurutnya, kepastian implementasi Kepmen ESDM No.76K/2025 sangat bergantung kepada Kementerian ESDM dan SKK Migas untuk memastikan alokasi gas sampai ke perusahaan pengguna 100 persen. “Tentunya dari hulu gas harus 100 persen. Nah, ini juga harus dilaksanakan secera penuh seperti apa yang tertuang di dalam Kepmen tersebut,” jelasnya.

Dirinya mengaskan bahwa industri pengguna akan menyerap gas secara optimal 100 persen dengan harga USD 6,5 – 7 per MMBTU dengan catatan alokasi gas yang disalurkan oleh penyalur juga harus optimal 100 persen sesuai Kepmen ESDM No.76K/2025.

“Jangan nanti dalam implementasinya penyalur menetapkan Alokasi Gas Industri Tertentu (AGIT) yang tidak sesuai dengan Kepmen ESDM No.76K/2025. Ini kan tidak fair, merugikan industri,” tegas Yustinus.

Promosi 1

Penyalur Gas

Dikesempatan yang sama, Ketua Asosiasi Produsen Gelas Kaca Indonesia (APGI), Henry Sutanto menyebut bahwa permasalahan AGIT yang ditetapkan oleh penyalur gas sangat memberatkan industri.

“Kuota atau volume gas dari penyalur untuk wilayah Timur dan Barat itu berbeda. Untuk saat ini di wilayah Barat mencapai 73 persen, dan sisanya dikenakan gas regasifikasi 16,77 persen, sedangkan di wilayah Timur itu alokasinya hanya 58%,” kata Henry.

Dirinya mengungkapkan, dengan adanya perbedaan harga, khususnya di wilayah Timur dan Barat menimbulkan kompetisi yang tidak sehat. “Kalau harganya berbeda bisa dibayangkan akan terjadi saling bunuh. Kita ingin harga gas seragam di semua wilayah,” ungkapnya.

Oleh karena itu, APGI berharap implementasi HGBT sebesar USD 7 per MMBTU yang tertuang Kepmen ESDM No.76K/2025 dapat dilaksanakan secara optimal 100 persen, dan tanpa disertakan dengan kebijakan AGIT dari penyalur gas.

“Kita harapkan seperti janji Pak Bahlil agar kuota AGIT atau apapun namanya tidak ada lagi. Dipenuhilah sesuai dengan Kepmen ESDM No.76K/2025, dan sesuai kuota yang diharapkan industri. Jadi jangan sampai nanti kami diberikan surat setiap bulan dari penyalur gas terkait alokasi gas,” tutur Henry.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki), Edy Suyanto mengatakan bahwa kebijakan HGBT dapat menjadi kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8 persen sesuai target pemerintah Presiden Prabowo Subianto.

Berdasarkan data yang dihimpun Asaki, kebijakan HGBT periode pertama sebesar USD 6 per MMBTU mampu memacu kinerja industri keramik dalam negeri dengan tambahan ekspansi sebesar 75 juta meter persegi dengan total investasi kurang lebih mencapai Rp20 triliun, dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 15 ribu orang.

Kebijakan HGBT Periode ke-2

Dirinya menerangkan bahwa kebijakan HGBT periode kedua yang mulai berlaku 1 Januari 2025 sesuai Kepmen ESDM No.76K/2025 ini juga akan memacu investasi di sektor industri keramik dalam negeri.

“Kami memasang waktu mulai tahun 2025 – 2027. Kami akan investasi kurang lebih Rp 8 triliun dengan kapasitar sebesar 90 juta meter persegi dan akan menyerap 6 ribu tenaga kerja baru. Jika di total dari periode HGBT pertama dan kedua, jumlah ekspansi baru mendekati 170 juta meter persegi, atau equivalent dengan 215% daripada total angka impor satu tahun yang mencapai 80 juta meter persegi. Sesungguhnya ini adalah langkah strategis untuk substitusi imor,” papar Edy.

Oleh karena itu, Asaki meminta perhatian pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM untuk mencarikan solusi agar industri tidak lagi dikenakan AGIT atau kuota oleh panyalur gas yang mayoritas dari PGN.

“Bagaimana kami berani investasi tahap kedua ini jika masih dikenakan kuota dengan harga regasifikasi yang notabene-nya itu mencapai USD 16,77 per MMBTU yang membuat industri tidak berdaya saing,” katanya.

Menurutnya, Asaki telah melakukan audiensi dengan pihak PGN untuk mencari solusi terkait penetapan AGIT untuk industri. PGN berdalih hanya mendapatkan kurang lebih 80 persen dari total alokasi yang ditetapkan Kepmen ESDM, dan kekurangan pasokan dari hulu.

“Nah inilah yang kami minta atensi dari pemerintah untuk turun tangan membantu, mencarikan solusi untuk keberlangsungn hidup industri yang notabene-nya saat ini, khususnya industri keramik lagi semangat-semangatnya untuk ekspansi pasca kebijakan antidumping, safeguard, dan SNI wajib keramik,” tutup Edy.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |