Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sektor perbankan Indonesia kembali menunjukkan daya tahan (resilient) di tengah ketidakpastian global dan tantangan ekonomi domestik pada 2024.
OJK menyatakan, melalui strategi yang inovatif dan responsif, industri perbankan berhasil menjaga stabilitas sistem keuangan, mendukung aktivitas ekonomi dan memperkuat kepercayaan dari berbagai pihak sebagai salah satu pilar utama dalam pemulihan dan pertumbuhan ekonomi nasional. Demikian mengutip keterangan resmi, Selasa (31/12/2024).
Kondisi perekonomian global terjaga sejalan dengan meredanya tekanan di pasar keuangan global terutama setelah kepastian kembali terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS), serta pelonggaran kebijakan moneter di berbagai negara utama sebagai respons tekanan inflasi yang melambat.
Laju penurunan inflasi global yang terus berlanjut khususnya di negara maju seperti AS, mendorong beberapa bank sentral melakukan pemangkasan suku bunga.
Sepanjang 2024, The Federal Reserve (the Fed) telah memangkas suku bunganya atau FFR sebesar 100 bps terhitung sejak September 2024.
Kendati demikian, perlu diperhatikan juga faktor risiko seperti perkembangan konflik geopolitik di Timur tengah dan Ukraina serta “Trump Effect” yang berpotensi memicu peningkatan harga komoditas dan inflasi ke depan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menuturkan, OJK terus mencermati perkembangan volatilitas ekonomi global dan dampaknya kepada ekonomi domestik serta perbankan Indonesia.
OJK juga senantiasa mendorong perbankan untuk menatap 2025 dengan penuh keyakinan dan optimisme serta terus memperkuat manajemen risiko salah satunya dengan penguatan permodalan dan menjaga coverage CKPN yang memadai.
"Selanjutnya, OJK juga meminta bank-bank agar terus memperhatikan aspek kehati-hatian (prudential banking), profesionalisme, inovatif, dan selalu menjaga integritas untuk bisa mencapai pertumbuhan yang tinggi, sehat dan berkelanjutan," ujar Dian.
Ekonomi Domestik
Di tengah dinamika ekonomi global, perekonomian domestik tumbuh moderat yang didukung ekspor dan pengeluaran pemerintah, meski investasi dan konsumsi cenderung melambat.
Secara umum, pertumbuhan konsumsi domestik yang melambat ditengarai merupakan dampak dari penurunan jumlah kelas menengah yang diikuti dengan pelemahan daya beli masyarakat akibat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di berbagai sektor industri.
Sebagai implikasinya, masyarakat cenderung menahan konsumsi karena motif berjaga-jaga untuk menghindari ketidakpastian yang timbul dari gejolak geopolitik, sosial, maupun ekonomi saat ini.
Kinerja Perbankan
Berdasarkan data Oktober 2024, kinerja intermediasi perbankan tetap kuat tecermin melalui pertumbuhan kredit (bank umum) yang baik yaitu sebesar 10,92 persen (yoy), meningkat dari periode yang sama tahun sebelumnya (8,99 persen, yoy).
Pertumbuhan kredit tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan dari segmen korporasi yang baik sejalan dengan penjualan yang baik dan kemampuan bayar yang kuat.
Sementara itu, penyaluran kredit UMKM tetap tumbuh sebesar 4,76 persen (yoy) yang didominasi oleh sektor perdagangan besar dan eceran serta pertanian.
Di sisi lain, DPK juga masih tumbuh yaitu sebesar 6,74 persen (yoy), meningkat dari tahun sebelumnya (3,43 persen, yoy) sehingga menjadi salah satu faktor pendorong terjaganya likuiditas perbankan.
Kondisi likuditas bank umum juga terpantau memadai sebagaimana tecermin dari rasio AL/NCD dan AL/DPK masing-masing sebesar 113,64 persen dan 25,58 persen, jauh di atas threshold masing-masing 50 persen dan 10 persen.
Tingkat permodalan juga solid dengan CAR sebesar 27,02 persen meskipun menurun dari tahun sebelumnya didorong olehpertumbuhan ATMR yang tumbuh 9,44 persen (yoy), sejalan dengan pertumbuhan kredit, dan melampaui pertumbuhan modal.
Risiko kredit juga terpantau membaik dengan rasio NPL gross yang menurun menjadi sebesar 2,20 persen dan NPL net stabil yaitu 0,77 persen.