Kadin Usul Ke Menkeu Purbaya Industri Furnitur dapat Insentif

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengusulkan insentif hingga deregulasi untuk mendorong daya saing industri furnitur nasional. Usulan tersebut disampaikan langsung kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam pertemuan di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat.

Ketua Umum Kadin Indonesia Anindya Bakrie mengatakan, diskusi bersama Menkeu Purbaya menitikberatkan pada langkah konkret pemerintah dalam memperkuat industri furnitur, mulai dari sisi pembiayaan hingga kebijakan industrialisasi.

“Kami tadi mendiskusikan kira-kira deregulasi atau insentif apa yang bisa dilakukan, mulai dari pendanaan sampai juga fokus bagaimana industrialisasinya,” kata Anindya dikutip dari Antara, Jumat (19/12/2025).

Ia memaparkan, peluang pasar ekspor furnitur global sangat besar, dengan nilai mencapai sekitar USD 300 miliar. Namun, kontribusi Indonesia saat ini masih relatif kecil, yakni sekitar USD 2,5 miliar.

Kondisi tersebut menunjukkan adanya kesenjangan besar antara potensi dan realisasi ekspor furnitur nasional. Karena itu, pengusaha menilai diperlukan dukungan kebijakan yang lebih kuat agar industri dalam negeri mampu meningkatkan kapasitas produksi sekaligus memperluas pangsa pasar global.

Selain itu, Anindya menyoroti pentingnya diversifikasi pasar ekspor, mengingat sekitar 60 persen ekspor furnitur Indonesia saat ini masih bergantung pada pasar Amerika Serikat.

Dalam pertemuan dengan Menkeu Purbaya, Kadin juga mengusulkan berbagai skema dukungan pemerintah, termasuk pembiayaan yang lebih kompetitif serta kebijakan yang mendorong pemerataan tujuan ekspor.

Tak hanya industri furnitur, pembahasan turut menyentuh sektor elektronik. Anindya menyebut, Indonesia sebenarnya sudah mulai masuk ke rantai industri semikonduktor melalui program hilirisasi mineral. Namun, pengembangan sektor ini masih terkendala kualitas dan ketersediaan sumber daya manusia (SDM).

“Tadi juga diskusi kira-kira seperti apa kerja sama dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dan instansi terkait, supaya Indonesia juga punya nilai tambah yang besar,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur berharap pemerintah memberikan dukungan lebih nyata, terutama dari sisi pembiayaan murah bagi pelaku industri.

“Misalnya melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), kami dapat kurang lebih 6 persen. Namun, kami harap volumenya ditingkatkan,” tambah Sobur.

Menurutnya, akses pembiayaan dengan bunga kompetitif sangat krusial agar industri furnitur mampu meningkatkan skala usaha dan memenuhi permintaan pasar ekspor yang terus tumbuh.

Dari sisi ketenagakerjaan dan pengembangan industri, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menekankan pentingnya dukungan pemerintah dalam riset dan pengembangan (R&D), khususnya untuk industri furnitur dan elektronik.

“Itu juga perlu menjadi perhatian, terkait insentif apa yang bisa diberikan. Karena jelas pemerintah juga harus hadir, tidak bisa hanya mengandalkan pengusaha dari segi riset dan pengembangannya,” jelas Shinta.

Ia menambahkan, penguatan ekosistem industri tidak hanya soal pembiayaan, tetapi juga dukungan kebijakan yang menyeluruh, termasuk penguatan perjanjian dagang internasional.

Shinta berharap pemerintah semakin aktif memperluas kerja sama perdagangan yang dapat membuka akses pasar bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), khususnya di sektor furnitur yang memiliki potensi besar.

“Jadi bagaimana ini bisa di satu ekosistem yang memadai. Pembiayaan itu jelas penting, tapi aspek yang berhubungan dengan pengembangan ekosistem UMKM juga harus jadi perhatian,” tuturnya.