Harga Gabah Tak Boleh di Bawah Rp 6.500 per Kg, Ini Kata Pengusaha Penggilingan

1 month ago 26

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi), Sutarto Alimoeso, merespon terkait kebijakan pemerintah yang menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah petani sebesar Rp 6.500 per kilogram.

Ia memahami bahwa tujuan dari kebijakan tersebut adalah untuk meningkatkan pendapatan petani, serta mendorong mereka menghasilkan gabah dengan kualitas terbaik.

"Ya, itu kan keinginan pemerintah untuk menaikkan pendapatan petani, satu Yang kedua, tentunya itu yang kita selalu menyampaikan, petani ini kan harus kita dorong untuk menghasilkan yang terbaik," kata Sutarto saat ditemui di Kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (10/2/2025).

Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya dukungan dan pendampingan terhadap petani dalam meningkatkan kualitas gabah yang mereka hasilkan.

"Kami dari penggilingan padi siap bekerja sama dengan pemerintah untuk melakukan pendampingan kepada petani, agar gabah yang dihasilkan memiliki kualitas tinggi dan rendemannya baik. Dengan demikian, petani berhak mendapatkan harga yang lebih tinggi," jelasnya.

"Makanya kami dari penggilingan padi siap untuk bersama-sama dengan pemerintah untuk melakukan pendampingan, supaya yang masuk ke pemerintah maupun ke pendampingan padi itu, ya tentunya yang diharapkan dia menjaga untuk yang berkualitas kan kalau berkualitas, misalnya kualitasnya tinggi, rendemannya tinggi, otomatis nanti pasti akan mendapatkan harga yang lebih tinggi," jelasnya.

Peran Pendampingan dalam Menghasilkan Gabah Berkualitas

Sutarto juga menyatakan bahwa pendampingan kepada petani tidak bisa ditunda, terutama saat waktu panen. Menurutnya, petani perlu didampingi agar proses panen dapat dilakukan pada waktu yang tepat, karena jika terlambat atau terlalu cepat, kualitas gabah akan menurun.

"Dilapangan ini pendampingan waktu panen itu harus ada, justru penting jangan sampai petani itu misalnya belum waktunya panen malah dipanen.Alasannya jangan-jangan karena sering mengatakan alat panenya tidak terseida, jadi seolah-olah tergantung pada alat panen. Inilah yang harus didampingi," jelas Sutarto.

Selain itu, jika gabah dipanen terlalu cepat, hasilnya akan banyak yang belum matang sempurna, sementara jika dipanen terlalu lambat, kualitas gabah bisa menurun dengan meningkatnya jumlah butir kuning.

"itulah tugasnya pemerintah untuk mendampingi, jangan sampai yang dipanen itu misalnya lebih lambat atau lebih cepat. Kalau lebih cepat pasti nanti butir hijaunya meningkat, kalau lebih lambat nanti butir kuningnya yang meningkat Ini yang harus dijaga," ujarnya.

Pengawasan dalam Proses Panen

Sutarto juga menyoroti masalah yang sering terjadi di lapangan, seperti alat panen yang tidak memadai atau dimodifikasi sedemikian rupa, yang bisa mengurangi kualitas gabah.

Misalnya, ada kasus di mana blower di mesin panen dikurangi kecepatannya, yang menyebabkan banyak gabah terbuang sebagai ampah. Hal ini tentu merugikan petani, karena selain kualitas gabah menurun, pendapatan mereka juga terpengaruh.

"Kemudian juga perawatan panennya juga harus dikontrol Jangan misalnya nanti dimainkan oleh alatnya misalnya blowernya dikecilin, sehingga nanti banyak ampahnya. Makannya, harus ada pendampingan," ujarnya.

Sutarto menengaskan kembali, Pemerintah dan pengusaha penggilingan padi harus terus bersinergi agar proses ini berjalan dengan baik. Dengan pendampingan yang tepat, kualitas gabah yang tinggi, dan harga yang sesuai dengan standar HPP, petani Indonesia diharapkan bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar, serta terus termotivasi untuk menghasilkan produk pertanian terbaik.

"Jadi, petani itu harapannya betul-betul mendapatkan harga yang baik, yaitu Rp6.500 per kg itu tentunya sesuai dengan hasil dia. Tapi kan hasil dia kan harapannya masih baik dong, jangan kita biarkan petani menghasilkan yang jelek," pungkasnya.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |