Harga Emas Dunia Masih Berpeluang Naik, Sentimen Akhir Tahun Menguat

Liputan6.com, Jakarta - Harga emas dunia (XAU/USD) kembali memperlihatkan ketahanan menjelang akhir tahun, meski dihadapkan pada penguatan imbal hasil obligasi dan dolar AS. Pada perdagangan sesi Amerika Utara, pekan lalu, harga emas tercatat naik sekitar 0,30% dan diperdagangkan di kisaran USD 4.344, setelah sebelumnya sempat menyentuh level terendah harian di USD 4.309.

Kenaikan ini terjadi di tengah imbal hasil obligasi Treasury AS yang cenderung meningkat serta Indeks Dolar AS (DXY) yang diproyeksikan menguat sekitar 0,25% secara mingguan. Kondisi tersebut menegaskan bahwa minat terhadap emas sebagai aset lindung nilai masih terjaga, terutama menjelang penutupan tahun.

Analisis Dupoin Futures Indonesia Andy Nugraha menilai, pergerakan harga emas saat ini masih berada dalam struktur tren naik yang solid. Indikator teknikal, termasuk pola candlestick dan Moving Average, menunjukkan dominasi minat beli meski volatilitas jangka pendek tetap membayangi pasar.

“Penguatan emas di tengah naiknya yield dan dolar mengindikasikan adanya permintaan yang cukup kuat dari sisi safe haven,” ujar Andy dalam keterangan tertulis, Senin (22/12/2025)..

Sentimen akhir tahun yang cenderung defensif turut menjadi faktor penopang, seiring investor mencari aset yang dinilai lebih aman di tengah ketidakpastian global.

Dari sisi proyeksi teknikal, Andy Nugraha memaparkan dua skenario utama pergerakan harga emas dalam waktu dekat. Jika tekanan beli berlanjut, XAU/USD berpotensi melanjutkan penguatan menuju area USD 4.425. Level tersebut dinilai sebagai target kenaikan terdekat yang berpeluang diuji apabila sentimen risiko global tetap kondusif.

Namun demikian, risiko koreksi jangka pendek tetap perlu diwaspadai. Apabila harga emas gagal mempertahankan momentum naiknya, maka area USD 4.294 diproyeksikan menjadi level support terdekat yang akan diuji pasar.

Pada awal pekan, Senin (22/12), harga emas bahkan sempat menyentuh level tertinggi terbarunya di USD 4.383. Penguatan ini terjadi seiring minimnya agenda ekonomi Amerika Serikat dan berakhirnya pekan perdagangan “resmi” terakhir tahun ini menjelang libur Natal.

Kondisi pasar yang relatif sepi data membuat pergerakan harga lebih sensitif terhadap sentimen dan faktor teknikal, sehingga emas kembali menarik perhatian pelaku pasar sebagai instrumen lindung nilai.

Dukungan tambahan bagi harga emas juga datang dari data Indeks Sentimen Konsumen Universitas Michigan untuk Desember yang direvisi turun dari 53,3 menjadi 52,9, lebih rendah dari ekspektasi. Survei tersebut mencatat ekspektasi inflasi satu tahun naik ke 4,2%, sementara ekspektasi inflasi lima tahun bertahan di level 3,2%.

Di sisi lain, komentar pejabat bank sentral turut memengaruhi pergerakan pasar. Presiden Federal Reserve New York, John Williams, menyatakan tidak memiliki “rasa urgensi” untuk mengubah kebijakan moneter. Pernyataan ini sempat mendorong pemulihan dolar dan menekan harga emas, sebelum kembali menguat.

Tekanan juga datang dari kenaikan imbal hasil global, termasuk imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun yang naik ke 4,147% dan imbal hasil riil AS ke 1,907%, serta kebijakan Bank Sentral Jepang yang menaikkan suku bunga.

Meski demikian, harga emas tetap mampu bertahan. Andy Nugraha menilai prospek emas masih cenderung positif, selama level support kunci mampu dipertahankan dan volatilitas akhir tahun tidak memicu perubahan sentimen secara signifikan.