Liputan6.com, Jakarta - Kerugian yang ditimbulkan pemasangan pagar laut ilegal diprediksi tembus Rp 116,91 miliar per tahun.Kerugian itu mencakup dampak terhadap pendapatan nelayan, peningkatan biaya operasional dan kerusakan ekosistem laut.
Hal itu disampaikan Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, seperti dikutip dari Antara, ditulis Jumat (17/1/2025).
"Keberadaan pagar laut di pesisir Tangerang dan Bekasi telah menciptakan kerugian ekonomi, sosial, dan ekologis yang signifikan. Proyek ini tidak hanya merugikan nelayan, tetapi juga gagal memberikan manfaat yang dijanjikan. Fakta-fakta di lapangan menunjukkan bahwa pembangunan pagar ini lebih banyak memberikan dampak negatif daripada positif,” ujar Achmad kepada ANTARA di Jakarta, Kamis, 16 Januari 2025.
Achmad merinci, kerugian sebesar Rp116,91 miliar itu terdiri dari penurunan pendapatan nelayan sebesar Rp93,31 miliar per tahun, peningkatan biaya operasional sebesar Rp18,60 miliar per tahun, dan kerusakan ekosistem laut senilai Rp5 miliar per tahun. Perhitungan ini didasarkan pada data dari Ombudsman RI serta analisis ekologis independen.
Sebelumnya telah ditemukan pembangunan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di pesisir utara Kabupaten Tangerang dan 8 kilometer di Bekasi yang tengah menjadi sorotan.
Pagar ini diklaim sebagai upaya mitigasi abrasi dan tsunami, tetapi data menunjukkan struktur ini lebih banyak mendatangkan kerugian.
Berdasarkan data Ombudsman RI, sekitar 3.888 nelayan di Tangerang dan Bekasi mengalami kerugian akibat terhambatnya akses ke wilayah tangkapan ikan.
Achmad menilai pendapatan nelayan menurun rata-rata Rp100.000 per hari karena waktu melaut yang berkurang dan jarak melaut yang lebih jauh. Dengan asumsi nelayan bekerja 20 hari per bulan, kerugian total mencapai Rp7,776 miliar setiap bulan atau Rp93,31 miliar per tahun.
Selain itu, rute melaut yang lebih panjang meningkatkan konsumsi bahan bakar hingga Rp1,55 miliar per bulan atau Rp18,60 miliar per tahun. Biaya tambahan ini semakin memperburuk kondisi ekonomi nelayan.
"Dengan ekosistem yang terganggu dan akses masyarakat yang terbatas, pagar laut ini justru menjadi penghalang utama dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir," ujarnya.
Rusak Ekosistem Pesisir
Selain kerugian ekonomi, pagar laut juga dinilai merusak ekosistem pesisir. Struktur bambu dan pemberat pasir yang digunakan untuk membangun pagar mengganggu habitat alami ikan, udang, dan kerang. Hal ini memperburuk kondisi ekosistem yang sudah rentan akibat aktivitas manusia lainnya.
"Hal ini semakin memperburuk kondisi ekosistem yang sudah rentan akibat aktivitas manusia lainnya. Alih-alih mencegah abrasi, pagar ini justru menciptakan tekanan baru pada lingkungan," ujar Achmad.
Analisis biaya dan manfaat (cost-benefit analysis) menunjukkan ketimpangan yang mencolok antara kerugian yang ditimbulkan dan manfaat yang diharapkan.
Dengan kerugian ekonomi yang mencapai Rp116,91 miliar per tahun, namun manfaat seperti mitigasi abrasi dan tsunami serta budidaya kerang hijau tidak dapat diverifikasi atau memberikan dampak nyata.
"Hasil analisis ini menunjukkan bahwa proyek pagar laut tidak memberikan nilai tambah bagi masyarakat pesisir. Sebaliknya, proyek ini justru menciptakan beban tambahan yang signifikan bagi masyarakat lokal," tuturnya.
Oleh karena itu, ia menekankan perlunya tindakan tegas untuk mengatasi permasalahan ini. Achmad merekomendasikan agar pagar laut ilegal segera dibongkar demi memulihkan akses nelayan ke wilayah penangkapan ikan.
Mitigasi Abrasi
Selain itu, kebijakan berbasis data harus diterapkan untuk memastikan mitigasi abrasi dilakukan secara efektif dan berkelanjutan.
Pemerintah juga harus meningkatkan pengawasan terhadap wilayah pesisir untuk mencegah kasus serupa terjadi di masa depan.
"Dengan langkah-langkah tersebut, keadilan bagi nelayan dapat dipulihkan, dan ekosistem pesisir dapat dilindungi dari kerusakan lebih lanjut. Semua pihak harus bersinergi untuk memastikan bahwa kebijakan pembangunan selalu berpihak pada rakyat kecil dan lingkungan yang berkelanjutan," ujarnya.
Viral Pagar Laut di Tangerang dan Bekasi, Airlangga: Bukan Bagian Proyek Giant Sea Wall
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto membantah pagar laut sebagai bagian proyek Tanggul Laut atau Giant Sea Wall (GSW). Menurutnya, tanggul laut masih dalam proses pembahasan.
Diketahui, ada pagar laut membentang sepanjang 30,16 kilometer di Tangerang, Banten. Kemudian, pagar laut yang diketahui bagian proyek reklamasi di Kabupaten Bekasi. Keduanya sudah disegel Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
"Bukan, bukan, beda (dengan proyek Giant Sea Wall)," kata Menko Airlangga, di Ritz-Carlton, Jakarta, Kamis (16/1/2025).
Dia menerangkan, proyek tanggul laut raksasa masih dalam penyiapan konsep. Dia baruvakan melaporkannya ke Presiden Prabowo Subianto.
"Giant sea wall kita sedang siapkan konsepnya, nanti tentu akan dilaporkan bapak presiden," ujar dia.
Dia mengatakan soal pendanaannya dimungkinkan melibatkan investasi dari swasta. Dia membuka peluang pengusaha lokal dan asing ikut mendanai proyek tersebut.
"Dan program itu rencananya public private partnership. Kita akan sosialisasi nanti. Baik di dalam maupun di luar negeri," ucapnya.
KKP Segel Pagar Laut Bekasi
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) resmi menyegel pagar laut di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Ternyata, pagar laut itu jadi bagian proyek reklamasi di pesisir laut Bekasi.
Dasar penyegelan karena KKP melihat kegiatan tersebut diduga tidak dilengkapi izin dasar Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).
Inspeksi Lapangan
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono menyatakan pihaknya telah bersurat kepada penanggung jawab kegiatan pada 19 Desember 2024. Ini dilakukan usai inspeksi lapangan insidental yang dilakukan oleh Polisi Khusus (Polsus) Kelautan di lokasi reklamasi.
"Kami dari KKP khususnya Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan hadir saat ini untuk melakukan penertiban berupa penyegelan," kata Pung Nugroho, mengutip keterangan resmi, Rabu (15/1/2025).
"Kami segel sebagai wujud komitmen KKP dalam menindaklanjuti keresahan masyarakat atas indikasi pelanggaran pemanfaatan ruang laut di Bekasi,” ia menambahkan.
Proyek Reklamasi
Di tempat yang sama, Direktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan, Sumono Darwinto menjelaskan kegiatan ini dikategorikan reklamasi. Lantaran, kegiatan dilakukan di luar garis pantai berdasarkan Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 9 Tahun 2022 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun 2022-2042.
"Dari hasil penyidikan, kegiatan reklamasi ini terindikasi melanggar Pasal 18 angka 12 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja,” tegas Sumono.
Selanjutnya, KKP akan melakukan koordinasi lebih lanjut bersama Pemerintah Daerah Jawa Barat, perusahaan pemilik lahan, dan instansi-instansi terkait lainnya mengingat lokasi reklamasi berada di Zona Pelabuhan Perikanan.
Hal ini sesuai dengan komitmen Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono dalam mewujudkan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan secara berkesinambungan dan berkelanjutan.