Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia tengah menggodok aturan soal harga batu bara acuan (HBA). Itu akan jadi pedoman dalam transaksi batu bara di pasar global.
Tujuannya, untuk mendongkrak harga batu bara Indonesia di pasar global. Lantaran harga komoditas tersebut kini terus merangsek turun.
Harga batu bara acuan itu akan diterbitkan melalui Keputusan Menteri ESDM. Bahlil menegaskan, setiap perusahaan wajib tunduk terhadap regulasi tersebut. Jika tidak, yang bersangkutan nantinya bakal kena larangan ekspor.
"Kalau ada perusahaan yang tidak memenuhi itu, maka kami punya cara agar mereka bisa ikut. Bila perlu, kalau mereka enggak mau, kita tidak usah izinkan ekspornya," seru Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (3/2/2025).
Menurut dia, Indonesia sebagai salah satu produsen terbesar batu bara wajib berdaulat penuh terkait penentuan harga. Sehingga Indonesia tak perlu lagi manut dengan negara lain selalu konsumen.
"Masa harga batu bara kita dibuat lebih murah? Masa kita harga batu bara ditentukan oleh negara tetangga? Negara kita harus berdaulat untuk menentukan harga komoditas sendiri," tegas Bahlil.
Saat ini, Bahlil mencatat total ekspor batu baru di sepanjang 2024 mencapai 555 juta ton. Ekspor batu bara RI konsisten mengalami tren peningkatan dalam 5 tahun terakhir. Dengan 2020 sebanyak 405 juta ton, 2021 sebanyak 435 juta ton, 2022 sebanyak 465 juta ton, dan 2023 sebanyak 518 juta ton.
Di sisi lain, total pemakaian batu bara dunia sekitar 8 miliar ton. Sementara yang beredar di pasar global, kata Bahlil, ada di kisaran 1,2-1,5 miliar ton batu bara.
Bahlil juga memaparkan pasar obligasi domestik sektor batu bara sebesar 233 juta ton. Artinya, kata dia, total batu bara yang digunakan sebanyak 788 juta ton sepanjang tahun 2024.
Sementara stok batu bara yang belum digunakan sepanjang 2024 sebanyak 48 juta ton. Secara keseluruhan, total batu bara yang diproduksi sepanjang 2024 sebanyak 836 juta ton atau melampaui target sebesar 710 juta ton.
Total Investasi Energi 2024
Batu bara salah satu komoditas yang menyumbang pendapatan besar lewat investasi di sektor ESDM pada 2024 silam. Adapun investasi di subsektor mineral dan batu bara (minerba) tahun lalu mencapai USD 7,7 miliar.
Bahlil mengemukakan, total investasi yang diraup sektor ESDM sepanjang 2024 sebesar USD 32,3 miliar, atau setara Rp 516,8 triliun (kurs Rp 16.000 per dolar AS).
"Realisasi di sektor ESDM pada 2024 sebesar USD 32,3 miliar. Ini sama dengan kurang lebih kalau dirupiahkan hampir Rp 516,8 triliun. Bukan Rp 8.000 seperti yang kemarin ya," ujar Bahlil sembari tertawa kecil, seraya menyinggung valuasi rupiah yang error di Google Finance beberapa waktu lalu.
Capaian investasi ESDM terus mengalami peningkatan dalam 4 tahun terakhir sejak 2020. Secara tren, raupan investasi di 2020 sebesar USD 26,3 miliar, 2021 sekitar USD 27,5 miliar, 2022 sebesar USD 27 miliar, dan 2023 senilai USD 29,9 miliar.
Namun, realisasi investasi pada 2024 senilai USD 32,3 miliar lalu masih lebih kecil dibanding era sebelum pandemi. Tepatnya pada 2019, ketika pemasukan investasi di sektor ESDM pada tahun itu sebesar USD 33,2 miliar.
Untuk investasi ESDM di 2024, paling besar berasal dari subsektor minyak dan gas bumi (migas) sebesar USD 17,5 miliar. Disusul dari subsektor mineral dan batu bara (minerba) USD 7,7 miliar, listrik USD 5,3 miliar, serta Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) USD 1,8 miliar.
Bahlil mengatakan, semua angka tersebut sudah termasuk penghitungan pajak. Sehingga, ia meyakini nilai investasi ESDM semustinya lebih besar dari yang ditampilkan.
"Sudah barang tentu, kalau investasi berapa sih sumbangsih ESDM ke dalam pendapatan negara? Ada pendapatan dari PNBP dan pajak. Untuk pajak, PPh badan dan pajak ekspor, PPN, itu di Kementerian Keuangan. Kalau dihitung, itu pasti lebih banyak," ungkapnya.
PNBP Rp 269,5 Triliun
Di luar investasi, Kementerian ESDM juga mencatat pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor energi di 2024 sebesar Rp 269,6 triliun. Bahlil mengatakan, realisasi itu lebih besar dari target ditetapkan Rp 234,2 triliun.
"Artinya terjadi kenaikan yang cukup signifikan. Terdiri dari migas sebesar Rp 110,9 triliun, minerba Rp 140,5 triliun, EBTKE Rp 2,8 triliun, lainnya Rp 15,4 triliun," kata Bahlil.
Kendati begitu, capaian PNBP pada 2024 terpantau menurun dibanding 2023 sebesar Rp 299,5 triliun. Bahlil beralasan, itu terjadi lantaran permintaan di sektor minerba merosot, khususnya akibat kenaikan harga batu bara.
"Kenapa terjadi penurunan PNBP di 2024 daripada 2023? Ini terjadi penurunan di sektor mineral dan batu bara. Kenapa turun, karena harga global lagi turun," terang Bahlil.
"Tapi kita bersyukur, sekalipun harga global turun, tapi target PNBP kita dari sektor ini masih bisa tumbuh, tadinya Rp 115 triliun dari Rp 113 triliun, menjadi Rp 140,5 triliun," ia menambahkan.
Sudah Terpotong Pajak
Sama seperti investasi, realisasi PNBP Rp 269,6 triliun inj juga sudah terpotong pajak. "Ini sebelum PPN, pajak ekspor, PPh badan di sektor pertambangan," imbuh Bahlil.
"Jadi kalau mau kita hitung berapa total pendapatan negara dari sektor ESDM, ini saya yakinkan pasti lebih dari ini. Sekarang aja udah luar biasa sekali," pungkas dia.