Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, menilai keputusan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang menandatangani perintah eksekutif untuk menarik Amerika keluar dari Perjanjian Paris (Paris agreement) membuat Indonesia dilema dalam menghadapi transisi energi global.
"Nah, saya jujur untuk mengatakan sebenarnya kita pada posisi yang sangat dilematis untuk mengikuti ini," kata Bahlil Lahadalia dalam Diskusi Ekonomi Outlook 2025, di Jakarta, Kamis (30/1/2025).
Menurut Bahlil, komitmen terhadap Perjanjian Paris dan transisi menuju energi hijau kini menjadi hal yang semakin penuh ketidakpastian. Amerika Serikat, yang sempat menjadi pemimpin dalam inisiatif perubahan iklim melalui Perjanjian Paris, kini mundur dari kesepakatan tersebut setelah dilakukan kajian ulang.
"Bicara tentang energi baru terbarukan Ini bicara tentang sesuatu yang kesini-kesini udah mulai hampir ketidakpastian. Kenapa? Karena energi baru terbarukan ini kan komitmen dari Paris Agreement. Yang menginisiasi Paris Agreement perlahan-lahan udah mulai mundur. Amerika udah mulai mundur dari itu setelah mengkaji ulang," ujarnya.
Menurut Bahlil, langkah ini memberikan sinyal ketidakstabilan dalam upaya global untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan beralih ke energi terbarukan.
Namun, meskipun adanya ketidakpastian ini, Indonesia tetap menjadi bagian dari konsensus global yang harus dilaksanakan.
"Tapi oke, kita kan bagian daripada konsensus global yang harus kita jalani," ujarnya.
Tantangan Besar
Kata Bahlil, sebagai negara yang berkomitmen pada kesepakatan Paris, Indonesia pun menghadapi tantangan besar dalam mengejar target-target energi terbarukan.
Bahlil menjelaskan, selama tiga tahun terakhir, salah satu tagline yang digemborkan adalah pembangunan investasi yang berorientasi pada energi hijau dan industri ramah lingkungan.
Hal ini sejalan dengan tren global yang mendukung proyek-proyek energi terbarukan, meskipun biaya untuk menghasilkan energi hijau lebih tinggi dibandingkan dengan energi konvensional.
"Ketika saya jadi menteri investasi, 3 tahun terakhir tagline yang kita bicara tentang bagaimana membangun investasi yang berorientasi pada green energy dan green industry, sebagai konsensus Dari kesepakatan Paris Agreement," jelasnya.