Liputan6.com, Jakarta - Badan Pangan Nasional (Bapanas) menetapkan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah kering panen (GKP) sebesar Rp 6.500 per kilogram di tingkat petani. Harga ini disebut bisa menjamin petani lokal mendapatkan keuntungan.
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi juga mencabut aturan rafaksi harga gabah. Ketentuan itu diatur dalam Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Nomor 14 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Harga Pembelian Pemerintah dan Rafaksi Harga Gabah dan Beras.
"HPP GKP di petani Rp 6.500 per kg. Penyesuaian ini dengan tujuan untuk melindungi sedulur petani kita, sehingga tetap dan terus semangat berproduksi demi swasembada pangan," kata Arief dalam keterangannya, dikutip Jumat (31/1/2025).
Diketahui, pemerintah telah menugaskan Perum Bulog untuk menyerap 3 juta ton beras dari petani lokal. Arief berharap, proyeksi produksi beras dalam negeri bisa sesuai dan memberikan manfaat ke petani.
"Dengan target ini dan juga dengan kebijakan HPP gabah yang sudah disesuaikan dengan kepentingan petani, kita berharap serapan gabah petani dalam negeri dapat berjalan secara optimal. Tentunya dengan harapan bahwa proyeksi panen raya dari BPS dapat terealisasi dengan baik di lapangan," urai Arief.
Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), proyeksi panen pada Januari dan Februari masing-masing 1,31 juta ton beras dan 2,08 juta ton beras. Lalu pada Maret diperkirakan akan melonjak menjadi 5,20 juta ton beras.
Angka ini sudah melampaui konsumsi beras bulanan sebesar 2,5 juta ton atau mengalami surplus. Berdasarkan tren, diperkirakan produksi beras masih akan surplus seiring musim panen raya pada April dan Mei.
Sesuai penugasan dari Bapanas, target serap 3 juta ton setara beras akan dioptimalkan pada semester 1 tahun 2025. Yakni, pada periode tersebut panen raya berlangsung, dengan target sebanyak 2,1 juta ton setara beras atau 70 persen dari total target tahun 2025.
"Saya mengajak kita semua untuk mewujudkan target penyerapan gabah beras 3 juta ton secara hand in hand. Ini tentunya secara bersama demi mewujudkan swasembada pangan," ujar Arief.
Produksi Padi Lokal Naik 50 Persen
Sebelumnya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengungkapkan produksi padi dalam negeri mengalami peningkatan di awal tahun ini. Pada musim panen Januari-Maret 2025, produksi padi disebut naik hingga 50 persen.
Menurut dia, angka ini didapat dari survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Rata-rata kenaikan produksi padi tercatat sebesar 50 persen dari periode yang sama tahun lalu.
"Produksi Januari, Februari, Maret 2025, sesuai data BPS, juga sudah dilaporkan kepada Bapak Presiden, itu naik dibanding tahun lalu, itu 50 persen di Januari, 49 persen di Februari, dibanding tahun lalu, pada bulan yang sama, dan 51 persen di bulan Maret," kata Mentan Amran di Kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, Kamis (30/1/2025).
Tiga Bulan Berturut-Turut
Dia menuturkan, angka itu merupakan angka sementara. Realisasinya masih menunggu data setelah masa panen usai. Mentan Amran berharap produksi padi kembali meningkat pada April 2025.
"Tiga bulan berturut-turut, moga-moga di April juga baik. Itu angka sementara," ucapnya.
Melihat data yang disodorkan BPS itu, Mentan Amran tak tinggal diam. Dia mencoba menelusuri kondisi di lapangan, khususnya di sentra produksi padi dalam negeri.
Dia menemukan kalau harga gabah di tingkat petani mengalami penurunan. Bahkan lebih rendah dari harga pokok yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 6.500 per kilogram.
Sesuai Data BPS
Dia bilang, hal tersebut mengindikasikan adanya penambahan stok dari peningkatan produksi padi dengan turunnya harga di tingkat petani.
"Fakta lapangan hari ini, 70 persen provinsi seluruh Indonesia, harga gabah di bawah HPP, Rp 6.500 yang telah ditetapkan oleh Bapak Presiden," ujarnya.
"Itu menunjukkan linier antara yang diumumkan oleh BPS, dan fakta yang terjadi sekarang, bahwa produksi naik, harga turun," sambung Mentan Amran Sulaiman.