Liputan6.com, Jakarta - Pengamat emas, Ibrahim Assuaibi, mengatakan harga emas dunia mengalami tren penurunan yang cukup signifikan dalam beberapa waktu terakhir.
Saat ini, harga logam mulia tersebut diperdagangkan di kisaran USD3.292,57 per troy ounce, dengan potensi penurunan lanjutan ke level USD3.276. Jika tekanan jual berlanjut, harga emas berpeluang menuju level USD3.237, bahkan hingga ke USD3.185.
"Ada kemungkinan besar akan menyentuh level di USD3.276. Kalau seandainya itu tembus, kemungkinan besar masih akan mengalami penurunan di level USD3.237. Dan kalau seandainya tembus, itupun juga akan turun di level USD3.185,” kata Ibrahim kepada Liputan6.com, Selasa (27/5/2025).
Ibrahim menjabarkan, harga emas ini dipengaruhi oleh beberapa faktor global, salah satunya terkait dengan penundaan kebijakan tarif impor Amerika Serikat terhadap Uni Eropa.
Kebijakan yang awalnya akan diterapkan pada 1 Juni, ditunda hingga 9 Juli 2025. Penundaan ini mendorong para investor memburu surat utang pemerintah AS, sehingga imbal hasil obligasi mengalami kenaikan dan membuat emas kehilangan daya tariknya sebagai aset aman.
"Apa yang membuat harga emas dunia mengalami penurunan yang cukup signifikan?Salah satu penyebabnya adalah tentang perang dagang yang ditunda sampai 9 Juli. Ya di mana sebelumnya 1 Juni itu akan diperlakukan biar impor sebesar 50% pada Uni Eropa tetapi ditunda sampai 9 Juli oleh Trump,” jelasnya.
"Ini yang membuat obligasi, yield obligasi Amerika ini kembali diburu oleh para investor.Sehingga banyak investor yang melakukan taking profit terhadap harga emas dunia. Pada saat perburuan besar-besaran terhadap yield obligasi Amerika membuat harga emas dunia terus mengalami penurunan,” ia menambahkan.
Pernyataan Pejabat The Fed
Di sisi lain, pernyataan salah satu pejabat Federal Reserve yang mengingatkan potensi stagflasi, yakni kondisi ekonomi dengan pertumbuhan yang lemah dan inflasi tinggi menambah ketidakpastian pasar. Hal ini memperkuat ekspektasi bank sentral AS kemungkinan belum akan memangkas suku bunga hingga setidaknya bulan September.
"Salah satu presiden federalist yang namanya Nel Kaskari, dia mengatakan bahwa tarif tersebut, tarif rang tarif ini kemungkinan besar akan memicu guncangan stagflasi bagi ekonomi Amerika Serikat. Yaitu era pertumbuhan yang lambat dan implasi yang tinggi,” ujarnya.
Menurut dia, tambahan tekanan datang dari penurunan peringkat kredit Amerika Serikat oleh lembaga pemeringkat, yang menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor. Pemerintahan AS pun tengah merancang kebijakan pemotongan pajak sebagai respon terhadap situasi ini.
"Di sisi lain pun juga modis, ini pun juga menurunkan rating terhadap kredit Amerika yang membuat pemerintahan Trump harus membuat RUU pemotongan pajak. Sehingga apa? Sehingga ini memicu, sebenarnya memicu satu kegelisahan bagi para investor,” ujarnya.
Harga Emas Diperkirakan Naik, Ini Faktornya
Namun, tekanan terhadap harga emas diperkirakan tidak akan berlangsung terus-menerus. Situasi geopolitik di Timur Tengah, khususnya terkait program nuklir Iran, berpotensi menjadi faktor penahan penurunan harga.
Ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran kembali meningkat setelah pernyataan dari pihak Iran yang mengindikasikan kemungkinan kegagalan dalam perundingan nuklir.
Jika negosiasi tersebut benar-benar gagal, dan konflik militer meletus terutama jika Israel melancarkan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran harga emas diperkirakan akan kembali menguat, bahkan berpotensi menyentuh level USD3.400 per troy ounce.
"Kalau seandainya ini terjadi, kemungkinan besar harga emas dunia akan tertahan di level USD3.237. Kalau seandainya benar-benar ada dentuman antara Israel dan Iran, kemungkinan besar harga emas dunia akan kembali ke USD3.400,” ujarnya.
Dengan demikian, Ibrahim menegaskan bahwa situasi global yang penuh ketidakpastian ini membuat pergerakan harga emas sangat sensitif terhadap perkembangan ekonomi maupun geopolitik yang terjadi dalam waktu dekat.