Perang Tarif Ditunda, Donald Trump Pilih Pangkas Harga Energi

1 week ago 17

Liputan6.com, Jakarta - Ancaman perang tarif yang telah lama digembar-gemborkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ternyata belum terwujud pada hari pertama ia menjabat atau usai dilantik. Namun, tidak berarti ancaman kenaikan tarif seperti yang Donald Trump janjikan sebelumnya telah hilang.

Mengutip Al Jazeera, Selasa (21/1/2025), Donald Trump lebih memilih untuk menunda kenaikan tarif pada hari pertamanya sebagai Presiden AS. Ia justru berjanji akan mengeluarkan tindakan eksekutif untuk memangkas harga energi dan menjinakkan inflasi.

Tetapi, tidak jelas apakah perintahnya akan cukup untuk menggerakkan ekonomi AS seperti yang dijanjikannya.

Saat kampanye, Trump telah berjanji untuk mengenakan tarif 10 hingga 20 persen pada semua barang impor dan tarif hingga 60 persen untuk impor dari Tiongkok. Ia juga mengancam akan mengenakan tarif 25 persen pada impor dari Kanada dan Meksiko jika mereka gagal menekan aliran obat-obatan terlarang dan migran yang memasuki AS secara ilegal.

Para analis mengingatkan, ancaman-ancaman itu tidak terwujud pada hari Senin, hari pertama dia menjabat, tetapi itu tidak berarti ancaman tersebut telah hilang.

Trump mengumumkan pembentukan External Revenue Service untuk mengumpulkan semua tarif, biaya, dan pendapatan.

"Jumlahnya akan sangat besar dari sumber-sumber asing,” katanya dalam pidato pelantikan.

“Ia memilih untuk tidak mengenakan tarif yang terburu-buru hari ini yang kemudian dapat dinegosiasikan, tetapi tujuan pemerintahan Trump dan Partai Republik untuk pendapatan tarif menunjukkan bahwa ancaman tarif masih ada,” kata analis risiko ekonomi dan politik, Rachel Ziemba, kepada Al Jazeera.

Peninjauan Kembali

Sementara itu, Trump akan menandatangani perintah eksekutif untuk memprioritaskan peninjauan hubungan perdagangan, termasuk memulai peninjauan perjanjian perdagangan AS-Meksiko-Kanada.

"Belum adanya pengumuman tarif pada hari Senin menunjukkan bahwa beberapa anggota timnya, termasuk calon Menteri Keuangan Scott Bessent, dan penasihat Kongres, mungkin telah berhasil membuatnya memberlakukan tarif secara bertahap dan mempertimbangkan strategi daripada mengumumkannya dan menegosiasikannya,” kata Ziemba.

Tiongkok

Terkait Tiongkok, tim Trump diperkirakan akan fokus pada kesepakatan tahun 2020 dari masa jabatan Trump sebelumnya sebagai presiden, yang mana Beijing seharusnya membeli sejumlah besar sumber daya AS untuk menjembatani defisit perdagangan antara kedua negara, sebuah janji yang gagal ditepati.

"Fokus sekarang pada pembelian semacam itu memberi waktu sebelum tarif yang lebih agresif dan menunjukkan AS mungkin terbuka terhadap pembelian dan target investasi semacam itu," kata Ziemba.

Hal ini tidak hanya mempersenjatai Trump dengan daya tawar negosiasi yang lebih besar di masa mendatang, tetapi juga mempertimbangkan kekhawatiran tentang tekanan pasar dan kekhawatiran bahwa penerapan tarif yang luas secara cepat akan bersifat inflasi, merusak kepentingan ekonomi AS, dan merusak pendapatan tarif jangka panjang," imbuh Ziemba.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |