Harga Minyak Dunia Turun Usai Donald Trump Tekan Ukraina

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak dunia melemah pada perdagangan Kamis setelah pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump mendorong Ukraina untuk menerima kesepakatan damai dengan Rusia. Langkah Presiden AS ini bertujuan mengakhiri konflik Rusia dengan Ukraina yang sudah berjalan lebih dari tiga tahun.

Dikutip dari CNBC, Jumat (21/11/2025), harga minyak mentah Brent yang menjadi patokan harga minyak dunia turun 13 sen atau 0,2 persen menjadi USD 63,38 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah AS jenis West Texas Intermediate (WTI) turun 30 sen atau 0,5 persen menjadi USD 59,14 per barel.

Kedua acuan harga minyak tersebut sempat menguat di awal sesi setelah laporan Administrasi Informasi Energi AS (EIA) menunjukkan penurunan persediaan minyak mentah AS yang lebih besar dari perkiraan.

Proposal perdamaian AS–Rusia tersebut mencakup penyerahan sebagian wilayah Ukraina kepada Rusia serta pengurangan kekuatan militer Ukraina, dua hal yang sebelumnya ditolak Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy.

Pada Kamis, Zelenskiy mengatakan ia akan meninjau proposal tersebut dan berdiskusi dengan Amerika Serikat mengenai rencana perdamaian itu.

Analis senior Price Futures Group Phil Flynn menjelaskan, banyak pelaku pasar yang mengira proposal yang ditawarkan oleh pemerintah AS akan langsung ditolak Zelenskiy, tapi nyatanya dia tidak menepis begitu saja.

“Sekarang pertanyaan besarnya, apakah sanksi akan berlaku besok? Jika kesepakatan semakin dekat, sanksi bisa saja dicabut atau ditunda," kata Phil Flynn.

Sanksi AS terhadap transaksi dengan perusahaan minyak Rusia seperti Rosneft dan Lukoil dijadwalkan mulai berlaku pada Jumat. Lukoil masih memiliki waktu hingga 13 Desember untuk melepas portofolio internasionalnya yang luas.

Penurunan stok minyak mentah AS yang lebih besar dari perkiraan disebabkan meningkatnya aktivitas kilang akibat tingginya margin dan permintaan ekspor minyak AS.

Persediaan minyak mentah turun 3,4 juta barel menjadi 424,2 juta barel pada pekan yang berakhir 14 November, jauh di bawah proyeksi analis dalam jajak pendapat sebuah kantor berita yang memprediksi penurunan 603.000 barel.

Meski begitu, analis mencatat bahwa stok bensin dan distilat AS meningkat untuk pertama kalinya dalam lebih dari sebulan, mengindikasikan adanya perlambatan konsumsi.