OJK Bentuk Departemen Baru untuk Perbankan Syariah dan UMKM Mulai 2026

11 hours ago 7

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memperkuat perannya dalam mendorong pertumbuhan keuangan syariah nasional. Salah satu langkah strategis yang tengah disiapkan adalah pembentukan satuan kerja baru bernama Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perbankan Syariah dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, mengatakan departemen baru tersebut ditargetkan mulai beroperasi pada 1 Januari 2026. Pembentukan unit khusus ini merupakan bagian dari komitmen OJK dalam mengakselerasi pengembangan ekosistem keuangan syariah nasional, sejalan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).

“Per 1 Januari 2026 ini akan berdiri satuan kerja baru di OJK, Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perbankan Syariah dan UMKM, serta penguatan-penguatan satker (satuan kerja) dan unit kerja keuangan syariah di bidang lainnya,” ujarnya dikutip dari Antara, Senin (15/12/2025).

Mahendra menjelaskan, selama ini fungsi pengaturan dan pengembangan perbankan syariah masih berada dalam satuan kerja yang menangani perbankan secara umum. Dengan pemisahan tersebut, OJK berharap pengembangan keuangan syariah dapat dilakukan lebih fokus, terarah, dan berkelanjutan.

Kesenjangan yang Besar

Menurut Mahendra, pembentukan departemen khusus menjadi penting mengingat masih adanya kesenjangan signifikan antara tingkat literasi dan inklusi keuangan syariah di Indonesia. Hal ini tercermin dari hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024.

Ia menyebutkan, kondisi keuangan syariah berbeda dengan sektor keuangan konvensional yang tingkat inklusinya lebih tinggi dibandingkan literasi. Pada sektor syariah, justru literasi masyarakat sudah relatif tinggi, namun belum diikuti dengan pemanfaatan produk keuangan syariah.

“Untuk keuangan syariah justru angka literasinya yang jauh lebih tinggi daripada inklusinya. Literasinya mencapai 43,42 persen tapi inklusinya masih 12-13 persen. Jadi, jauh sekali perbedaannya,” kata Mahendra.

Ia menilai, rendahnya tingkat inklusi tersebut dipengaruhi oleh masih terbatasnya jumlah pelaku industri keuangan syariah di Indonesia. Selain itu, variasi produk keuangan syariah yang tersedia juga dinilai belum cukup beragam untuk menjangkau kebutuhan masyarakat secara luas.

Melalui penguatan struktur organisasi, OJK berharap hambatan-hambatan tersebut dapat diatasi secara lebih sistematis.

Konsolidasi Industri Keuangan Syariah

Selain reformasi struktural, OJK juga terus mendorong konsolidasi industri keuangan syariah nasional. Upaya ini mencakup percepatan realisasi pemisahan atau spin-off Unit Usaha Syariah (UUS) agar menjadi entitas mandiri atau dedicated.

Di sisi lain, OJK juga memperluas strategi peningkatan literasi keuangan syariah melalui kolaborasi dengan berbagai pihak. Salah satunya dilakukan bersama Dewan Masjid Indonesia (DMI) dengan memanfaatkan peran masjid sebagai pusat edukasi umat.

Dalam kerja sama tersebut, OJK meluncurkan buku khutbah syariah muamalah yang membahas bidang perasuransian, penjaminan, dan dana pensiun (PPDP). Buku ini diharapkan dapat menjadi sarana edukasi keuangan syariah yang lebih membumi.

“Buku ini dirancang untuk menjembatani nilai-nilai syariah dengan praktik keuangan modern. Dan dengan demikian, masjid dapat menjadi pusat pemberdayaan umat, tempat dimana masyarakat tidak hanya mendapat penguatan spiritual, tapi juga pemahaman tentang pelindungan keluarga, pengelolaan risiko dan perencanaan keuangan masa depan,” ujar Mahendra Siregar.

Dengan berbagai langkah tersebut, OJK optimistis pengembangan keuangan syariah nasional dapat berjalan lebih cepat dan inklusif ke depan.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |