Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Thomas Djiwandono menegaskan pemerintah tidak melakukan pemotongan anggaran dalam kebijakan fiskal 2025.
Ia memastikan, anggaran tetap berada di angka Rp3.621 triliun, tetapi dilakukan realokasi untuk mendukung program-program yang lebih produktif, terutama dalam mendorong transisi energi.
"Di Indonesia, kami tidak memotong anggaran. Kami merealokasi anggaran. Ini sangat penting, karena anggaran tahun 2025 dalam basis rupiah adalah Rp3.621 triliun," kata Thomas dalam Interview pada Energy Transition Summit Asia: Driving regional and global energy transformation, di Jakarta, Rabu (25/6/2025).
Menurut Thomas, langkah ini berbeda dengan pendekatan yang dilakukan beberapa negara lain, seperti Amerika Serikat yang memangkas anggaran untuk program transisi energi.
Ia mengatakan di Indonesia, pemerintah memilih mengalihkan belanja ke sektor-sektor prioritas tanpa mengurangi nilai anggaran secara keseluruhan.
"Ini berbeda dengan yang terjadi di, mungkin, Amerika Serikat. Di Indonesia, kami tidak memotong anggaran," ujarnya.
Dorong Belanja untuk Transisi Energi
Thomas menjelaskan, salah satu prioritas utama dalam realokasi anggaran ini adalah sektor transisi energi. Pemerintah berkomitmen mengarahkan belanja negara untuk mendukung upaya mitigasi perubahan iklim melalui program-program ramah lingkungan.
"Yang dilakukan adalah realokasi untuk hal-hal yang dianggap lebih produktif oleh pemerintahan saat ini. Saya justru berargumen bahwa karena hal itu, anggaran untuk mendukung transisi energi justru bisa lebih besar," ujarnya.
Sebagai bagian dari upaya tersebut, pemerintah juga telah mengembangkan instrumen pembiayaan hijau seperti green bond dan sukuk hijau untuk mendukung program transisi energi.
Visi Astacita dan Komitmen Berkelanjutan
Thomas juga menegaskan transisi energi merupakan bagian dari visi besar Presiden Prabowo Subianto yang tertuang dalam dokumen Astacita, yaitu delapan cita-cita pembangunan nasional yang menjadi arah kebijakan pemerintahan ke depan.
"Dan perlu ditegaskan, visi Presiden yang dalam bahasa Indonesia disebut Astacita secara kuat menempatkan transisi energi sebagai prioritas utama," ujar Thomas.
Dia menuturkan, dengan langkah realokasi ini, pemerintah berharap dapat mendorong percepatan transformasi ekonomi Indonesia menuju pembangunan berkelanjutan, tanpa mengorbankan kestabilan fiskal.
Pemerintah Minta Swasta Ikut Biayai Transisi Energi
Sebelumnya, Pemerintah berharap sektor swasta ikut terlibat dalam melakukan transisi energi. Mendukung hal itu, sederet insentif hijau telah diberikan oleh Kementerian Keuangan.
Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Boby Wahyu Hernawan mengatakan, pemerintah aktif dalam menggalang dukungan dunia internasional. Pada saat yang sama, sektor swasta juga diminta terlibat.
"Disamping terus kita mengadvokasi dukungan keuangan dari negara-negara maju ya di berbagai forum diplomasi internasional, pemerintah Indonesia juga tetap mengoptimalkan keuangan publik serta mobilisasi sektor private dalam pembiayaan aksi iklim," ungkap Boby dalam Executive Forum: Kesiapan Dana Swasta Indonesia Dalam Pembiayaan Iklim, di Jakarta, Jumat (25/4/2025).
Data Belanja Perpajakan Pemerintah mencatat insentif fiskal hang sudah diberikan ke sektor terkait iklim mencapai Rp 38,8 triliun sejak 2019 sampai 2024. Angka itu diperkirakan terus meningkat hingga Rp 51,5 triliun sampai akhir 2025.
Boby menyampaikan, sektor swasta bisa berperan dalam penerapan transisi energi hijau. Misalnya, dengan mengutangi emisi karbon dalam kegiatan usahanya hingga melirik ke investasi hijau.
"Salah satu cara yang efektif dari pelaku bisnis adalah melalui inovasi. Jadi peran swasta misalnya harus mengembangkan teknologi baru, kemudian kurangi jejak-jejak lingkungan atau CO2-nya dan sebagainya, termasuk juga meningkatkan teknologi yang berkaitan dengan efisiensi energi, mengurangi limbah, dan mempromosikan ekonomi sirkular," terangnya.
"Selain itu tentunya tadi kalau kembali ke pendanaan, mobilisasi modal untuk transisi hijau. Ini sangat penting untuk peran swasta dan lembaga keuangan khususnya harus mengarahkan investasinya kepada proyek-proyek atau program yang berkelanjutan," tambah Boby.