Liputan6.com, Jakarta - Tesla telah menandatangani kesepakatan pertama untuk membangun pembangkit listrik tenaga baterai skala jaringan di China. Hal ini di tengah hubungan dagang yang tegang antara China dan Amerika Serikat (AS).
Mengutip CNBC, ditulis Rabu (25/6/2025), Tesla mengunggah di layanan media sosial China Weibo kalau proyek itu akan menjadi yang terbesar dari jenisnya di China ketika selesai.
Sistem penyimpanan energi baterai skala utilitas membantu jaringan listrik menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan. Sistem itu semakin dibutuhkan untuk menjembatani ketidaksesuaian pasokan permintaan yang disebabkan oleh sumber energi yang tidak menentu seperti tenaga surya dan angin.
Media China Yicai pertama kali melaporkan kesepakatan senilai 4 miliar yuan atau USD 556 juta. Jumlah itu setara Rp 9,06 triliun (asumsi kurs dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 16.295). Kesepakatan itu telah ditandatangani oleh Tesla, pemerintah daerah Shanghai, dan perusahaan pembiayaan China Kangfu International Leasing, berdasarkan kantor berita Reuters.
Tesla menuturkan, pabrik baterainya di Shanghai telah memproduksi lebih dari 100 megapack, baterai yang dirancang untuk pemakaian skala utilitas, pada kuartal I 2025. Satu megapack dapat menyediakan daya hingga 1 megawatt selama empat jam.
“Pembangkit listrik penyimpanan energi di sisi jaringan adalah pengatur cerdas, untuk listrik perkotaan yang dapat menyesuaiakan sumber daya jaringan secara fleksibel,” kata Tesla di Weibo, berdasarkan terjemahan Google.
Tesla menyatakan, ini akan secara efektif mengatasi tekanan pasokan listrik perkotaan dan memastikan permintaan listrik kota yang aman, stabil dan efisien. “Setelah selesai, proyek ini diharapkan menjadi proyek penyimpanan eneri di sisi jaringan terbesar di China,” kata Tesla.
Kesepakatan Tesla
Berdasarkan situs perusahaan, setiap Megapack dijual seharga kurang dari USD 1 juta atau sekitar Rp 16,29 miliar di AS. Harga untuk China belum tersedia.
Kesepakatan ini penting bagi Tesla karena CATL China dan produsen mobil BYD bersaing dengan produk serupa. Kedua perusahaan China itu telah membuat terobosan signifikan dalam pengembangan dan manufaktur baterai, dengan yang pertama menguasai sekitar 40% pangsa pasar global.
CATL juga diharapkan memasok sel dan paket baterai yang digunakan dalam Megapack Tesla, menurut sumber berita Reuters.
Kesepakatan Tesla dengan otoritas lokal China juga penting karena terjadi setelah Presiden AS Donald Trump mengenakan tarif impor dari China yang membuat hubungan geopolitik antara dua ekonomi terbesar di dunia menjadi tegang.
CEO Tesla Elon Musk juga merupakan sekutu dekat Trump selama tahap awal perang dagang, yang semakin memperumit prospek bisnis bagi produsen mobil AS di China.
Namun, permintaan untuk pemasangan baterai skala jaringan cukup signifikan di China. Pada Mei tahun lalu, Beijing menetapkan target baru untuk menambah hampir 5 gigawatt pasokan listrik bertenaga baterai pada akhir 2025, sehingga total kapasitas menjadi 40 gigawatt.
Tesla juga telah mengekspor Megapack ke Eropa dan Asia dari pabriknya di Shanghai untuk memenuhi permintaan global. Kapasitas untuk sistem penyimpanan energi baterai global naik 42 gigawatt pada 2023, hampir dua kali lipat dari total peningkatan kapasitas yang diamati pada tahun sebelumnya, menurut Badan Energi Internasional.
Saingi Uber, Elon Musk Luncurkan Layanan Robotaxi Tesla Tarif Flat Rp 68 Ribu
Sebelumnya, Elon Musk kembali membuat gebrakan di industri otomotif dan teknologi. Tesla resmi meluncurkan layanan robotaxi pertamanya di Austin, Texas, pada akhir pekan lalu, dengan tarif flat sebesar USD 4,20 (sekitar Rp68 ribu). Langkah ini menandai pergeseran besar Tesla dari produsen mobil menjadi penyedia layanan transportasi berbasis teknologi otonom.
Dalam pengumumannya, Musk menyebut peluncuran ini sebagai “momen bersejarah.” Tesla mulai menguji layanan ini menggunakan armada kendaraan Model Y yang dilengkapi sistem Full Self-Driving (FSD). Meskipun mobil-mobil tersebut masih dilengkapi dengan pengemudi cadangan sebagai antisipasi, seluruh proses perjalanan dilakukan secara otomatis oleh sistem.
Penetapan harga flat sebesar USD 4,20 diberlakukan bukan tanpa makna. Selain menjadi angka yang kerap diasosiasikan dengan budaya internet dan karakter santai Musk, tarif ini juga merupakan strategi agresif yang sangat mungkin mengganggu pasar ride-hailing konvensional. Untuk perbandingan, tarif rata-rata Uber atau Lyft untuk perjalanan serupa di kota besar bisa mencapai dua hingga tiga kali lipat.
Strategi ini bisa menjadi pintu masuk Tesla dalam menggeser dominasi pemain lama di industri transportasi on-demand. Dengan kontrol penuh atas hardware (mobil) dan software (FSD), Tesla memiliki posisi unik untuk menawarkan pengalaman transportasi yang lebih efisien dan dalam jangka panjang, berbiaya lebih rendah.
Transformasi Model Bisnis Tesla
Langkah ini juga mencerminkan transformasi model bisnis Tesla. Selama ini, perusahaan otomotif umumnya hanya berfokus pada penjualan kendaraan. Namun dengan layanan robotaxi, Tesla mulai membangun ekosistem di mana mereka tidak hanya menjual mobil, tetapi juga mengoperasikan armada dan menjual layanan mobilitas.
“Ini bukan sekadar mobil otonom, ini adalah platform bisnis baru,” ujar Musk saat memperkenalkan layanan ini.
Kehadiran robotaxi Tesla sangat mungkin mengancam model bisnis seperti Uber, Lyft, dan layanan ride-hailing lainnya. Selain soal harga yang lebih kompetitif, Tesla mengandalkan teknologi miliknya sendiri tanpa ketergantungan pada driver manusia, yang selama ini menjadi tantangan utama dalam skala operasional dan biaya.
Namun, keberhasilan Tesla dalam skala besar tetap bergantung pada beberapa faktor penting seperti penerimaan publik, regulasi pemerintah, serta kemampuan sistem FSD dalam menangani situasi jalan yang kompleks.
Untuk saat ini, layanan robotaxi Tesla hanya tersedia secara terbatas di wilayah Austin. Namun, Musk menyatakan bahwa ini hanyalah permulaan. Ia optimistis layanan ini akan diperluas ke kota-kota besar lainnya di Amerika Serikat, bahkan secara global, dalam beberapa tahun ke depan.
Dengan peluncuran ini, Tesla menunjukkan bahwa mereka tidak hanya bersaing di pasar otomotif, tetapi juga siap memimpin revolusi transportasi berbasis kecerdasan buatan. Industri ride-hailing kini menghadapi tantangan baru dari arah yang mungkin belum sepenuhnya mereka antisipasi.
Reporter: Linda Maulina