Liputan6.com, Jakarta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia was-was Selat Hormuz akan benar-benar ditutup oleh Iran. Dia melihat dampaknya pada ekonomi global dan nasional.
Ancaman penutupan Selat Hormuz seiring meningkatnya ketegangan antara Iran dan Israel serta adanya keterlibatan Amerika Serikat. Bahlil mengaku khawatir jika Selat Hormuz benar-benar akan ditutup.
"Ini sebuah tantangan yg cukup luar biasa bagi Indonesian disaat bersamaan perang Iran-Israel dan Amerika ikut, Selat Hormuz sekarang udah dalam kondisi yang mengerikan juga karena parlemen Iran sudah menyetujui untuk penutupan itu," kata Bahlil dalam Jakarta Geopolitical Forum 2025, di Jakarta, Selasa (24/6/2025).
Dia melihat cukup besarnya porsi distribusi yang melalui Selat Hormuz. Artinya, dampaknya terhadap ekonomi dunia pun tidak main-main.
"Dan dalam hitungan jam hampir 30 persen jalur distribusi itu lewat sini, kita gak pernah berpikir apa yang akan terjadi pasca penutupan," kata dia.
Bahlil menyampaikan, ketegangan geopolitik global terlihat sejak 2016-2017 lalu sejak perang dagang China dan Amerika Serikat. Lalu, berlanjut usai pandemi Covid-19 dimana meletupnya perang Rusia-Ukraina, Israel-Palestina, hingga India-Pakistan.
"Bapak ibu semua, akibat ini melahirkan sebuah kondisi ekonomi yang susah untuk kita prediksi, harus jujur saya katakan, ini susah sekali," tegas Bahlil.
Berharap Harga Minyak Dunia Tak Melambung
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menegaskan bahwa pemerintah akan mencari solusi terbaik agar lonjakan harga minyak dunia tidak serta-merta membebani masyarakat dalam bentuk kenaikan harga BBM di dalam negeri.
Hal ini disampaikan Bahlil menanggapi potensi kenaikan harga minyak global yang bisa mencapai USD100 hingga USD150 per barel, seiring dengan meningkatnya tensi geopolitik di kawasan Timur Tengah, khususnya konflik antara Iran dan Israel.
"Kita lihat perkembangannya seperti apa. Kita lihat perkembangan dan ini kan kebijakan negara nantinya. Yang jelas bahwa kita berdoa agar harga minyak dunia tidak sampai di atas USD82. Kalau USD82 aja masih oke," kata Bahlil dalam Liputan6 Talks, Selasa (24/6/2025).
Minta Saran Presiden
Meski demikian, ia tidak menutup kemungkinan jika harga minyak dunia melonjak tajam, maka pemerintah akan mengambil langkah cepat dan terukur dengan berkonsultasi langsung kepada Presiden Prabowo Subianto.
"Terus ada prediksi? Nah kalau kemudian katakanlah itu naik, nanti kita akan pasti meminta arahan dari presiden untuk kita membicarakan," ujarnya.
"Tapi saya yakin dan percaya bahwa presiden sangat memperhatikan betul tentang apa yang menjadi kondisi masyarakat yang ada. Kalau memang, kalau naiknya terlalu banyak dari harga dunia, ya mungkin kita pertimbangkan bagaimana strateginya lah," tambahnya. Tingkatkan Produksi Dalam Negeri
Tekanan Eksternal
Untuk menghadapi tekanan eksternal, Bahlil menekankan pentingnya memperkuat pertahanan energi domestik. Salah satunya dengan meningkatkan lifting minyak nasional agar ketergantungan terhadap impor bisa ditekan.
Bahlil menjelaskan, dari sekitar 40 ribu sumur minyak yang ada di Indonesia, baru sekitar 16-17 ribu sumur yang berproduksi secara aktif. Oleh karena itu, peningkatan lifting menjadi prioritas.
"Di 2024, produksi minyak kita, lifting kita itu 580 ribu barel per day. Dan di 2025, dalam APBN kita itu 605 ribu barel per day. Dan urusan lifting ini sejak 2008 itu nggak pernah naik. Kita incline terus," ujar Bahlil.