Penjual di TikTok Shop hingga Shopee Cs Bakal Dipungut Pajak

5 hours ago 5

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Indonesia tengah menyiapkan regulasi baru yang mewajibkan platform e-commerce untuk memungut dan menyetorkan pajak dari pendapatan para penjual yang bertransaksi di platform mereka.

Kebijakan ini disebut sebagai langkah strategis untuk meningkatkan penerimaan negara sekaligus menciptakan kesetaraan perlakuan antara toko daring (online) atau e-commerce dan toko fisik (offline).

Dikutip dari The Economic Times, Rabu (25/6/2025), informasi ini disampaikan oleh dua sumber industri yang mengetahui langsung rencana tersebut.

Dokumen internal turut mengonfirmasi arah kebijakan itu. Salah satu sumber menyebutkan bahwa regulasi ini kemungkinan akan diumumkan paling cepat bulan depan, menyusul penurunan penerimaan negara yang cukup signifikan sepanjang tahun ini.

"Ini bagian dari upaya untuk menambal kebocoran penerimaan negara, sekaligus mengatur pasar digital yang saat ini tumbuh begitu cepat," ujar salah satu sumber yang enggan disebutkan namanya karena tidak memiliki wewenang untuk berbicara kepada publik.

Regulasi baru ini diperkirakan akan berdampak langsung pada sejumlah platform besar seperti TikTok Shop, Tokopedia, Shopee, Lazada, Blibli, dan Bukalapak.

Menurut para pelaku industri, regulasi tersebut berpotensi menambah beban operasional dan administrasi platform, sekaligus memicu eksodus para penjual kecil dari pasar daring.

Penolakan dan Kekhawatiran

Di sisi lain, kebijakan ini memunculkan kekhawatiran dari para operator e-commerce. Menurut sumber yang turut menghadiri pertemuan dengan Direktorat Jenderal Pajak, pihak platform menyampaikan keberatan atas potensi beban administratif tambahan, termasuk kemungkinan terganggunya pengalaman pengguna.

Platform khawatir aturan ini akan menghambat pertumbuhan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menjadi tulang punggung ekosistem digital di Indonesia. Apalagi, mereka harus menyesuaikan sistem internal agar mampu memotong dan menyetor pajak secara tepat waktu ke negara.

“Jika platform tidak bisa menyesuaikan sistem tepat waktu, bisa terjadi kesalahan pelaporan yang justru menimbulkan sanksi,” kata sumber tersebut.

Dalam draf aturan yang sedang dibahas, pemerintah berencana mewajibkan platform untuk memotong pajak sebesar 0,5 persen dari pendapatan penjual dengan omzet tahunan antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar.

Kelompok penjual dengan omzet di kisaran tersebut tergolong dalam kategori UMKM, yang saat ini memang sudah diwajibkan membayar pajak. Namun, selama ini kewajiban itu dijalankan secara mandiri oleh penjual, bukan oleh platform.

Dilema di Tengah Tekanan Fiskal

Langkah pemerintah ini tak lepas dari tekanan fiskal yang dihadapi saat ini. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, penerimaan negara pada periode Januari–Mei 2025 turun 11,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya, menjadi Rp995,3 triliun.

Penurunan ini dipengaruhi oleh harga komoditas yang melemah, perlambatan pertumbuhan ekonomi, dan gangguan sistem administrasi perpajakan.

Di sisi lain, industri e-commerce Indonesia justru tengah mengalami lonjakan pertumbuhan signifikan. Laporan dari Google, Temasek, dan Bain & Co memperkirakan nilai transaksi bruto (GMV) sektor ini mencapai USD 65 miliar pada 2024 dan bisa melonjak dua kali lipat lebih menjadi USD 150 miliar pada 2030.

Kondisi ini menciptakan dilema bagi pemerintah di satu sisi perlu mengoptimalkan potensi pajak dari sektor digital yang besar, namun di sisi lain harus menjaga momentum pertumbuhan e-commerce agar tidak melambat akibat intervensi regulasi.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |