Liputan6.com, Jakarta PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI saat ini mengelola aset tanah seluas 327.825.712 meter persegi di seluruh wilayah operasionalnya.
Dari jumlah itu, ribuan unit rumah dan bangunan dinas turut menjadi bagian penting dari kekayaan negara yang dikelola perusahaan transportasi pelat merah ini. Namun, di balik besarnya nilai aset, tantangan legalitas dan penguasaan ilegal masih menjadi persoalan utama.
Aset Raksasa: Rumah dan Bangunan Dinas Jadi Komponen Terbesar
Direktur Keselamatan dan Keamanan KAI, Dadan Rudiansyah, mengungkapkan bahwa dari total luasan aset, terdapat 16.463 unit rumah perusahaan dan 3.881 unit bangunan dinas yang tersebar di berbagai wilayah.
Rumah-rumah tersebut bukan sekadar tempat tinggal, tetapi juga merupakan bagian dari kekayaan negara yang telah dipisahkan, terutama pasca-transformasi PJKA menjadi PERUMKA sesuai PP No. 57 Tahun 1990.
“Rumah perusahaan berbeda dengan rumah negara. Dasar hukumnya tidak sama, dan rumah perusahaan merupakan bagian dari aset BUMN yang harus dilindungi,” jelas Dadan, Selasa (24/6/2025).
Satukan Persepsi untuk Selamatkan Aset Negara
Dalam upaya memperkuat tata kelola aset, KAI bersama Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema “Legalitas Status Aset Tanah dan Rumah Perusahaan KAI” di Surabaya, Selasa (24/6). Forum ini melibatkan berbagai instansi, mulai dari Kepolisian Daerah Jawa Timur, ATR/BPN, hingga pemerintah daerah serta unit internal KAI.
Kegiatan ini bertujuan menyatukan pemahaman dan komitmen lintas sektor dalam menyelamatkan aset negara yang dikelola oleh KAI.
Salah satu contoh suksesnya, disebutkan Dadan, adalah pengambilalihan aset seluas 597 m² di Medan Barat yang berhasil dikembalikan ke KAI lewat jalur hukum.
Kejati Jatim: Aset Kolonial Terancam Hilang Jika Tak Segera Disertifikasi
Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Kuntadi, menekankan pentingnya percepatan sertifikasi aset KAI, khususnya aset-aset lama warisan kolonial yang banyak belum memiliki kejelasan hukum. Menurutnya, dokumen lama seperti groundkaart sering kali digunakan sebagai dasar peralihan secara tidak sah.
“Kami siap mengawal proses hukum, mendampingi dalam sertifikasi, dan menindak pelanggaran yang terjadi. Aset negara harus kembali ke pangkuan negara,” tegas Kuntadi.
Ia menambahkan bahwa penyelamatan aset merupakan bagian dari amanat konstitusi, bukan semata persoalan administrasi. Pemerintah, aparat penegak hukum, dan KAI harus bersinergi dalam menjaga amanah rakyat ini.
Bukti Historis dan Digitalisasi: Strategi KAI Amankan Kepemilikan Sah
KAI juga menggandeng Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) dan Nationaal Archief Netherlands untuk menelusuri dokumen-dokumen historis sebagai penguat bukti legalitas aset. Pendekatan ini dinilai strategis dalam menghadapi kasus-kasus penguasaan ilegal dan memperkuat legitimasi aset yang diklaim.
Selain itu, KAI terus memperkuat tata kelola aset melalui digitalisasi pendataan, pemetaan hukum, hingga sertifikasi massal berbasis regulasi terkini, seperti Permen BUMN No. PER-2/MBU/03/2023.
“Forum seperti FGD ini menjadi momentum penting untuk memastikan semua pihak bergerak dalam satu irama menyelamatkan kekayaan negara,” pungkas Dadan.