Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) turun sekitar 2% pada perdagangan hari Senin, menambah kerugian tajam pada minggu lalu. Penurunan harga minyak mentah ini karena kekhawatiran perang tarif yang dilancarkan oleh Presiden AS Donald Trump akan mendorong resesi di AS dan bahkan dunia.
Mengutip CNBC, Selasa (8/4/2025), harga minyak mentah AS turun USD 1,29 atau 2,08% dan ditutup pada USD 60,70 per barel. Sementara harga minyak Brent turun USD 1,37 atau 2,09% dan ditutup pada USD 64,21 per barel.
Penurunan harga minyak mentah pada perdagangan Senin melanjutkan pelemahan harga minyak mentah AS dan Brent lebih dari 10% minggu lalu.
Keputusan produsen utama OPEC+ minggu lalu untuk meningkatkan produksi juga telah menekan harga minyak dunia. Saudi Aramco pada hari Minggu memangkas harga minyak mentah Arab Light andalannya.
Donald Trump memuji penurunan tajam harga minyak pada hari Senin pagi.
“Harga minyak turun, suku bunga turun (Fed yang bergerak lambat seharusnya memangkas suku bunga!), harga pangan turun, TIDAK ADA INFLASI, dan AS yang telah lama dianiaya mendatangkan miliaran Dolar seminggu dari negara-negara yang melakukan pelanggaran dengan tarif yang sudah berlaku,” tulis Donald Trump dalam sebuah posting Truth Social.
Namun, kekhawatiran meningkat karena perang tarif dapat menyebabkan harga yang lebih tinggi bagi bisnis, yang dapat menyebabkan perlambatan aktivitas ekonomi yang pada akhirnya akan merugikan permintaan minyak.
Gelombang Resesi
Tarif yang diumumkan oleh Presiden Donald Trump pada pekan lalu akan mulai berlaku minggu ini.
“Kemungkinan akan mendorong ekonomi AS dan mungkin global ke dalam resesi tahun ini,” tulis JPMorgan dalam risetnya.
Perusahaan tersebut pada hari Kamis menaikkan peluang resesi tahun ini menjadi 60% setelah pengumuman tarif. Angka kemungkinan resesi tersebut naik dari sebelumnya di 40%.
Bank of America memperkirakan perang dagang akan memangkas pertumbuhan permintaan minyak hingga setengahnya tahun ini, sementara OPEC+ meningkatkan produksi. Hal ini akan menyebabkan surplus luar biasa sebesar 1,25 juta barel per hari.
"Jika skenario ini benar-benar terjadi, kami yakin harga minyak dan nilai ekuitas yang bergantung pada minyak memiliki lebih banyak ruang untuk jatuh," analis Bank of America yang dipimpin oleh Kalei Akamine mengatakan kepada klien dalam catatan hari Senin.
Harga Minyak Diprediksi Terus Jatuh
Goldman Sachs pada hari Minggu menurunkan perkiraan harga minyak untuk Desember 2025 sebesar USD 4 menjadi USD 58 per barel untuk minyak mentah AS dan USD 62 untuk minyak mentah Brent.
Bank investasi tersebut memperkirakan harga akan jatuh lebih jauh pada 2026 dengan minyak mentah AS dan Brent masing-masing mencapai USD 55 dan USD 58 per barel.
Kepala analis sektor energi Carlyle Jeff Currie mengatakan, harga minyak yang jatuh dapat memaksa produsen minyak AS yang kecil untuk memangkas produksi. Harga minyak mentah AS pada USD 60 per barel sudah di bawah harga balik modal untuk beberapa perusahaan.
"Jika harganya turun di bawah USD 55, berarti sekarang Anda berada di bawah nilai keekonomian untuk cekungan Permian," kata Currie kepada "Squawk Box" CNBC pada hari Senin.
Cekungan Permian adalah wilayah minyak paling produktif di AS. Currie mengatakan harga minyak mentah AS bisa turun di bawah USD 50 per barel.
Sulit Menerka
"Potensi harga ini untuk melampaui batas cukup signifikan," katanya, seraya mencatat bahwa pasar sudah kelebihan pasokan.
Kepala penelitian komoditas global JPMorgan Natasha Kaneva mengatakan, sulit untuk memprediksi arah perkembangan secara keseluruhan karena negara-negara cenderung mencari tarif yang lebih rendah melalui negosiasi dengan Trump.
Namun, untuk harga minyak, "lintasan ini jelas satu arah," kata Kaneva.