Gonjang-ganjing Penutupan Selat Hormuz Gegerkan Industri Minyak, Indonesia Dihantui Risiko Lonjakan Harga Energi

9 hours ago 5

Liputan6.com, Jakarta - Gonjang-ganjing penutupan Selat Hormuz di tengah ketegangan militer Iran dan Israel di Timur Tengah menimbulkan kekhawatiran pada pasar global, terutama industri minyak dunia.

Lantaran, jalur laut tersebut menjadi lalu lintas utama logistik minyak mentah yang dikirim ke berbagai negara di dunia, termasuk Asia.

Ekonom, sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira memperkirakan ada kemungkinan Indonesia terkena dampak sampingan dari konflik Iran-Israel. 

"Karena harga minyak dunia naik akibat suplai terganggu imbasnya ke biaya impor bbm jadi lebih mahal,” ungkap Bhima kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (24/6/2025).

Bhima juga memperkirakan sejumlah negara akan menggeser pasokan minyaknya yang sebelumnya diimpor dari Iran.

"(Ada risiko) terjadi rebutan minyak mengarah ke krisis energi,” sebutnya.

Bhima memproyeksi harga minyak dunia menyentuh kisaran USD 80-83 jika penutupan Selat Hormuz terjadi.

"Lonjakan harga energi tinggal tunggu waktu disesuaikan ke BBM non subsidi kemudian ke harga BBM subsidi. Ujungnya masyarakat akan dibebankan,” imbuhnya.

Maka dari itu, Bhima menyarankan agar Pemerintah dapat melakukan antisipasi terhadap risiko kenaikan biaya impor BBM untuk menghindari lonjakan inflasi.

"Yang harus diperhatikan pemerintah adalah lonjakan biaya impor bbm akan sebabkan inflasi harga yang diatur pemerintah melonjak, tapi di saat daya beli lesu," ujar dia.

"Ini bukan inflasi yang baik, begitu harga bbm naik, diteruskan ke pelaku usaha dan konsumen membuat pertumbuhan konsumsi rumah tangga melambat," ia menambahkan.

Ekonomi RI Sulit Tumbuh 5% Jika Konflik Iran-Israel Berkepanjangan

Jika konflik Iran-Israel berlangsung lebih lama, Bhima mengingatkan, ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh 4,5% year on year tahun ini.

"Makin berat mencapai target 8% pertumbuhan ekonomi karena situasi eksternal nya terlalu berat, ditambah adanya efisiensi anggaran pemerintah,” ungkap Bhima kepada Liputan6.com di Jakarta, dikutip Selasa (24/6/2025).

Diwartakan sebelumnya, anggota senior parlemen Iran Esmaeil Kowsari mengatakan pada Minggu (23/6) bahwa parlemen Iran telah sepakat menutup Selat Hormuz, jalur utama perdagangan energi global, sebagai respons terhadap serangan Amerika Serikat (AS) dan sikap diam komunitas internasional.

"Parlemen telah sampai pada kesimpulan bahwa Selat Hormuz harus ditutup, namun keputusan akhir berada di tangan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi," kata Kowsari seperti dikutip kantor berita Iran, Press TV.

Namun, dalam selang semalam, kabar terkait rencana penutupan Selat Hormuz diikuti oleh keputusan gencata senjata Iran-Israel yang diumumkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Sekilas tentang Selat Hormuz

Selat Hormuz, yang terletak di mulut Teluk Persia, merupakan salah satu titik sempit (chokepoint) paling krusial dalam perdagangan global, dengan sekitar 20 persen pasokan minyak dunia melewatinya.

Menurut berbagai perkiraan, sekitar 20 persen pasokan minyak dunia atau sekitar 17 hingga 18 juta barel per hari melewati Selat Hormuz, menjadikannya sangat penting bagi energi global.

Selat Hormuz yang dikenal sempit, juga menjadi jalur transit utama bagi gas alam cair (LNG), terutama dari Qatar, yang merupakan salah satu eksportir LNG terbesar di dunia.

Selat Hormuz juga menjadi satu-satunya jalur laut yang menghubungkan Teluk Persia ke laut lepas dan menjadi rumah bagi negara-negara penghasil minyak utama antara lain Iran, Arab Saudi, Irak, Kuwait, dan Uni Emirat Arab.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |