Bahlil Temui Wakil Rusia Pekan Ini, Serius Bahas Impor Minyak

5 hours ago 1

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia akan menemui  wakil Rusia pekan ini untuk membahas mengenai rencana mengimpor minyak dan gas bumi (migas) dari Rusia. Rencana impor migas dari Rusia ini usai pertemuan Presiden Prabowo Subianto dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

"Penjajakan ini (impor migas) sudah kami lakukan. Saya pekan ini rapat dengan tim dari Rusia, dari pengusaha BUMN-nya Rusia akan datang ke Indonesia,” kata Bahlil setelah menghadiri Jakarta Geopolitical Forum IX/2025 Lemhannas RI seperti dikutip dari Antara, Selasa (24/6/2025).

Bahlil menuturkan, selain membuka peluang impor migas, kunjungannya ke Rusia saat mendampingi Prabowo juga membuka peluang kerja sama teknologi dengan Rusia.

Kerja sama teknologi itu bertujuan mendongkrak lifting migas Indonesia terutama yang berasal dari sumur-sumur tua.

"Kita (Indonesia) mempunyai sumur idle, tetapi untuk teknologi harus kita belajar dan kolaborasi,” ujar Bahlil.

Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, kesiapan negara untuk meningkatkan kerja sama di sektor energi dengan Indonesia. Ini terutama menambah pasokan minyak dan gas alam cair (LNG) ke pasar Indonesia.

Dalam pernyataan pers bersama dengan Presiden RI Prabowo Subianto di Istana St. Petersburg, Kamis, 19 Juni 2025, Presiden Putin menyebut sejumlah perusahaan Rusia telah bekerja secara efektif di Indonesia dan siap memperluas kontribusinya.

"Perusahaan Rusia bekerja di Indonesia dengan efektif, kami bersedia menambah pasokan minyak dan LNG cair ke pasar Indonesia," kata Putin.

Ia juga mengatakan kolaborasi strategis yang sedang berlangsung antara Rosneft dan PT Pertamina dalam pembangunan kilang dan fasilitas petrokimia di Jawa Timur sebagai contoh nyata penguatan hubungan ekonomi kedua negara di sektor energi.

Presiden Putin menuturkan, Rusia juga membuka peluang keterlibatan dalam proyek-proyek energi baru dan pengembangan infrastruktur migas di Indonesia.

Rusia dan Indonesia Perkuat Kerja Sama Dagang, Bahas Kilang Minyak hingga Ketahanan Pangan

Sebelumnya, hubungan dagang antara Rusia dan Indonesia terus menunjukkan perkembangan positif. Dalam pertemuan sesi pleno Komisi Bersama, kedua negara mencatat bahwa kerja sama ekonomi bilateral berjalan lancar, meskipun belum secepat yang diharapkan.

Menurut Duta Besar Rusia Sergei Tolchenov, sejak tahun 2023 hingga 2024, nilai perdagangan antara kedua negara meningkat sekitar 4 persen, berdasarkan statistik dari pihak Rusia. Total nilai perdagangan tersebut kini telah melampaui 4 miliar dolar AS, angka yang dianggap cukup besar dalam hubungan ekonomi kedua negara.

"Itu jumlah yang cukup besar dan kami masih mencari beberapa potensi kerja sama. Terlebih, Indonesia merupakan penyedia dan pemasok utama minyak kelapa sawit dan produk pertanian tropis misalnya," kata Sergei dalam pernyataan pers di kediamannya di Jakarta, Senin (28/4/2025).

Sebaliknya, Rusia mengekspor banyak produk ke Indonesia, seperti gandum, pelumas, pupuk, dan barang-barang lainnya.

Sergei juga menyebutkan bahwa proyek besar seperti pembangunan kilang minyak di Tuban, Jawa Timur, masih dalam pembahasan. Selain itu, sejumlah perusahaan besar Rusia tengah mencari peluang untuk berinvestasi di sektor hilirisasi dan eksplorasi sumber daya alam di Indonesia.

Dalam bidang pertanian, dua nota kesepahaman (MoU) terkait sertifikasi halal telah ditandatangani. Sergei optimis bahwa hal ini akan membuka peluang bagi lebih banyak produk pertanian dan makanan dari Rusia untuk masuk ke pasar Indonesia.

Inisiatif ini sejalan dengan upaya pemerintah Indonesia dalam memperkuat ketahanan pangan dan mendukung program makan bergizi gratis. Rusia berkomitmen menjadi salah satu negara yang berkontribusi dalam diversifikasi pasokan pangan ke Indonesia.

Tantangan dalam Sistem Pembayaran Internasional

Namun, Sergei menyoroti adanya tantangan besar dalam perdagangan bilateral, yakni terkait sistem pembayaran internasional. Sanksi sepihak dan ilegal dari negara-negara Barat terhadap bank-bank besar Rusia menyebabkan kesulitan dalam melakukan transfer uang antarnegara, yang berdampak terutama bagi sektor bisnis swasta.

Untuk mengatasi tantangan ini, Rusia dan Indonesia tengah mendiskusikan solusi baru. Salah satu pendekatan yang diusulkan adalah membangun sistem infrastruktur keuangan independen dalam kerangka kerja sama BRICS.

Fokus utamanya adalah menciptakan sistem pengiriman pesan keuangan yang terpisah dan infrastruktur finansial yang mandiri, demi mendukung kelancaran transaksi lintas negara.

"Ini bukan seperti mata uang BRICS, namun untuk membangun sistem pengiriman pesan keuangan yang independen dan terpisah, membangun infrastruktur keuangan independen yang terpisah, inilah yang sedang kita bicarakan, dan ini benar-benar demi kepentingan semua negara anggota BRICS," jelas Sergei.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |