RAPAT pleno terbuka yang mengagendakan rekapitulasi hasil penghitungan surat suara pemilihan gubernur wakil gubernur, bupati, dan wakil bupati tahun 2024 tingkat Kabupaten Lembata, Rabu (4/12), diwarnai kericuhan.
Bahkan saksi dua paslon bupati dan wakil bupati, yakni paslon nomor urut 1 Jimi Sunur-Lukas Witak dan paslon nomor urut 5, Marsianus Jawa-Paskalis Witak menolak hasil pleno dan memutuskan walk out. Pleno terbuka tersebut berlangsung di aula kantor KPU Kabupaten Lembata.
Saksi paslon nomor urut 5, Asten Kares, kepada Media Indonesia, mengatakan pihaknya menolak hasil rekapitulasi sebab ada dugaan penggelembungan suara di banyak TPS termasuk di TPS 1 Desa Kalikur Weel, Kecamatan Buyasuri.
"Kami menemukan ada kelebihan dua surat suara di TPS 1, Desa Kalikur Weel. Kedua surat suara itu ditarik keluar dari kotak suara guna menyamakan jumlah surat suara dicoblos dengan daftar pemilih di TPS tersebut. Kemudian penyelenggara dengan gampang mengeluarkan dua surat suara yang lebih. Pertanyaannya siapa yang coblos dua surat suara itu, Dugaan kami PPK Buyasuri yang coblos," ujar Asten Kares.
Menurut saksi paslon nomor urut 5 itu, praktik penggelembungan surat suara itu juga terjadi di banyak TPS. Ia menjelaskan, kericuhan dalam pleno rekapitulasi tingkat Kabupaten itu.
"Kita sedang bangun argumentasi terkait dugaan penggelembungan suara di 1 TPS dari sekian banyak dugaan kecurangan dilakukan penyelenggara baik di level terendah sampai ke KPU," ujarnya.
"Saat kami lagi berargumentasi soal kelebihan suara dan kami minta buka kotak suara, di tengah keributan salah satu penyelenggara dari PPK Buyasuri mengamuk dan menunjuk kami para saksi. Ada apa ini? Jangan-jangan dugaan praktik penggelembungan suara oleh penyelenggara ini bisa jadi benar. Bahkan, di tengah perdebatan sengit ketika dilerai, Ketua KPU langsung ketuk palu pengesahan. Ada apa dengan Ketua KPU," ujar Asten Kares kesal.
Ia menegaskan, paslon nomor urut 5 Marsianus Jawa dan Paskalis Witak (Paket Manis) menduga PPK kecamatan Buyasuri berkontribusi dalam kecurangan ini.
"Kita berkutat menghilangkan image buruk penyelenggaraan pemilu di Kecamatan Buyasuri yang terus berulang agar kedepannya, pemilukada berlangsung demokratis," ujar Asten.
Selain itu, Kares menyoroti oknum penyelenggara di Kecamatan Buyasuri bergaya preman.
"Penyelenggara pemilu haruslah orang yang paham dan mengerti adab berargumentasi di forum. Kalau bergaya preman tidak perlu jadi penyelenggara. Kedua, kami soroti dugaan ketidaknetralan Bawaslu dan Panwaslu. Tadi malam sebelum pleno rekapitulasi, ada dugaan pertemuan dengan tim paslon tertentu untuk mencocokkan data. Sehingga selama ini dugaan kecurangan dari tingkat bawah ini bisa benar dan menjadi masif," ujar Asten Kares.
Dikatakannya, di TPS Ile Ape Timur, Desa Lamatokan, jumlah yang memilih lebih banyak dari daftar hadir, sehingga dirinya meminta agar KPU mengecek kembali di aplikasi Sirekap. Usul itu ditolak juga oleh KPU.
"KPU diduga tidak fair dan lebih cenderung memihak ke paket tertentu. Kami juga menyayangkan saksi dari paslon nomor urut 4 mengabaikan dugaan penggelembungan suara. Beliau bahkan medukung untuk tidak buka kotak suara," kata Asten Kares.
Kares menegaskan, Paket Manis akan adukan Bawaslu dan KPU ke DKPP.
Sementara itu, Ketua KPU Kabupaten Lembata, Hermanus Tadon, mengatakan pihaknya siap jika diadukan oleh peserta pemilu.
"Hari ini kita lakukan pleno rekapitulasi hasil penghitungan surat suara. Jika ada saksi paslon yang mempersoalkan dugaan dugaan kecurangan, ada di ruang lain. Kalau soal prosedur, tatacara dan mekanisme bisa ke Bawaslu, kalau menyangkut etik bisa ke DKPP. Tentang permintaan buka kotak suara bisa dilakukan dalam pleno di tingkat PPK. Tapi sebagian besar saksi paslon sudah menandatangani dan menyetujui berita acara saat rekapitukasi di tingkat PPK," tegasnya.
Ia menegaskan, pihaknya akan tetap menetapkan dan mengesahkan hasil pleno rekapitulasi di tingkat kabupaten sehingga berita acara tersebut dapat dijadikan bukti bagi paserta pemilu untuk diadukan ke hadapan hukum. (PT/J-3)