UNTUK mempersiapkan generasi muda Indonesia menghadapi persaingan global, Mentari Group dan ASTA Ilmu Publishing menyelenggarakan Mentari X ASTA National Conference 2024. Bertemakan Leading Your Students Towards Global Competitiveness, acara ini berlangsung di Ballroom Hotel Ciputra, Jakarta, dan dihadiri oleh 445 pendidik dari 155 sekolah dari berbagai kota di Indonesia.
Konferensi ini menjadi wujud komitmen Mentari Group dan ASTA Ilmu Publishing dalam mendorong kemajuan pendidikan Indonesia menuju standar internasional. Dalam konferensi ini, peserta diajak mendalami berbagai perspektif dan pendekatan untuk menjawab tantangan globalisasi.
Praktisi pendidikan sekaligus Ketua Eksekutif Komisi UNESCO Indonesia, Itje Chodidjah menekankan peran strategis guru dalam membentuk generasi unggul.
“Guru bukan hanya sekadar pengajar, tetapi juga pemimpin dalam perjalanan siswa menuju masa depan mereka,” ungkapnya, Rabu (4/12).
Itje menggarisbawahi pentingnya mengintegrasikan wawasan global dan keterampilan multikultural ke dalam proses pembelajaran. Hal ini menjadi kunci agar siswa mampu bersaing di tingkat internasional sekaligus berkontribusi di berbagai bidang di panggung global.
Sebagai arsitek masa depan siswa, guru harus membimbing mereka melalui metodologi pembelajaran berbasis global yang adaptif dan inovatif.
Ia juga mengingatkan bahwa literasi digital adalah aspek penting yang perlu dikenalkan kepada anak-anak, bukan hanya sekadar kemampuan mengakses informasi, tetapi juga memanfaatkan teknologi secara bijak dan bertanggung jawab, sehingga siswa dapat memahami peran mereka dalam masyarakat dunia yang saling terhubung.
“Jika kita berhenti belajar, kita berhenti mengajar,” tambah Itje.
Selain mendukung pertumbuhan akademik siswa, guru juga perlu membangun karakter mereka melalui pendekatan yang kontekstual. Misalnya dalam hal numerasi, tidak hanya soal angka atau matematika, tetapi tentang melatih kemampuan pemecahan masalah yang relevan dalam kehidupan nyata.
Guru perlu memastikan siswa memahami konteks di balik data dan angka, alih-alih hanya menerima informasi mentah tanpa makna. Sebagai pendidik, Itje mengingatkan bahwa tugas guru bukan sekadar menanyakan
tetapi lebih kepada pemahaman.
Refleksi menjadi elemen penting dalam mendidik, memberikan ruang bagi guru untuk mengevaluasi dampak dari setiap tindakan, serta merancang langkah-langkah yang lebih baik untuk ke depannya.
Guru juga berperan dalam membentuk daya tahan mental siswa, mempersiapkan mereka menghadapi tantangan kehidupan. Pendidikan tidak bisa dilakukan dengan berpura-pura, karena anak-anak membutuhkan kehadiran guru yang otentik dan tulus.
“Pendidik tidak boleh berpura-pura, karena anak-anak itu tidak palsu,” tegas Itje.
Selain itu, Itje juga menyoroti bahwa tindakan pimpinan sekolah juga sangat memengaruhi kinerja guru, yang pada akhirnya berdampak pada kualitas pendidikan secara keseluruhan. Guru harus menjaga etika dan integritasnya untuk menjadi teladan bagi anak-anak yang mereka didik.
Itje juga menegaskan bahwa pendidikan adalah kebaikan tanpa batas, sebuah kebutuhan fundamental yang membentuk karakter, memberikan harapan, dan membuka jalan menuju masa depan yang lebih baik. “Pendidikan adalah makanan jiwa,” tutup Itje.
Dia mengingatkan bahwa sekolah adalah tempat suci di mana generasi muda dipersiapkan untuk menjalani kehidupan yang lebih baik melalui bimbingan pendidik yang tulus, profesional, dan inovatif.
Tidak berhenti di situ, konferensi ini juga membuka ruang bagi pengayaan di berbagai bidang penting seperti matematika, sains, literasi, dan penguatan karakter.
Dalam sesi numerasi yang inspiratif, praktisi pengajar numerasi, Linda Lusiana Setiawan memperlihatkan bagaimana pendekatan internasional dalam pengajaran matematika dapat mengubah cara siswa memandang dan memahami konsep abstrak menjadi lebih nyata.
Sementara itu, sesi Sains yang dibawakan oleh pengajar dan trainer Sains Mentari Group, Tiar Sugiarti mengajak para guru untuk menjadikan rasa ingin tahu siswa sebagai landasan dalam pembelajaran berbasis eksplorasi.
Selain sesi numerasi dan sains, topik literasi bahasa Indonesia juga memberikan inspirasi pembelajaran menarik untuk para pendidik yang dibawakan oleh Wahyudi Aksara dengan pendekatan experiential learning.
Metode ini bertujuan mengubah pembelajaran literasi menjadi pengalaman yang bermakna, relevan, dan menyenangkan bagi siswa. Selaras dengan metode experiential learning oleh Wahyudi, Rusiati Yo, yang merupakan praktisi pendidikan karakter melanjutkan sesi dengan fokus menggali urgensi penguatan karakter siswa dengan metode pembelajaran inovatif dan kontekstual yang membekali mereka dengan nilai-nilai Pancasila.
Acara ditutup dengan sebuah sesi kepemimpinan yang mempertemukan kepala sekolah dari berbagai wilayah. Diskusi strategis yang berlangsung dalam suasana kolaboratif ini berfokus pada visi bersama untuk menciptakan lingkungan belajar yang responsif terhadap perubahan zaman dan tuntutan global.
“Kami percaya, pendidikan adalah kunci untuk menjadikan Indonesia kompetitif di tingkat dunia. Melalui konferensi ini, kami ingin membangun fondasi kuat untuk masa depan anak-anak kita,” ujar perwakilan Mentari Group.
Konferensi ini bukan sekadar forum diskusi, tetapi juga ajakan untuk bergerak bersama demi membentuk generasi penerus yang siap menghadapi tantangan dunia global dengan kompetensi dan karakter yang unggul. (H-2)