UNITED Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) baru saja menyatakan Reog Ponorogo menjadi Daftar Warisan Budaya Tak Benda (WBTb) asal Indonesia. Ternyata di balik itu ada proses yang kompleks dan memerlukan berbagai langkah strategis agar dapat diakui.
Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Irini Dewi Wanti, mengungkapkan siklus pengajuan warisan budaya ke UNESCO hanya dilakukan setiap dua tahun sekali.
Hal ini berarti, untuk satu elemen budaya, dibutuhkan waktu sekitar dua tahun untuk bisa diproses dan dimasukkan dalam daftar warisan budaya tak benda (Intangible Cultural Heritage/ICH) UNESCO.
Menurut data dari Kemendikbudristek, hingga tahun 2021, Indonesia menetapkan 1.728 WBTb sebagai warisan budaya nasional. Saat ini, UNESCO baru mengakui 12 WBTb Indonesia, dengan satu di antaranya diajukan secara joint nomination atau multinasional bersama negara lain.
Tantangan utama dalam proses ini adalah terbatasnya waktu yang tersedia untuk pengajuan single nomination yang membutuhkan waktu lebih lama. Oleh karena itu, Indonesia perlu memilih dengan hati-hati elemen budaya yang akan diusulkan, terutama yang berada dalam kondisi mendesak atau hampir punah.
Salah satu strategi yang bisa diterapkan untuk mempercepat pengajuan adalah dengan mengusulkan warisan budaya secara joint nomination, yang berarti kerja sama dengan negara lain. Hal ini memungkinkan pengajuan lebih cepat karena dapat diajukan lebih sering dan melibatkan lebih banyak negara.
Selain itu, pemerintah juga menekankan pentingnya melibatkan komunitas lokal dan pemangku kepentingan dalam proses pengajuan. Kegiatan ini mencakup sosialisasi tentang ICH UNESCO, penguatan diplomasi kebudayaan, serta konsolidasi dengan pihak-pihak terkait di tingkat nasional dan internasional.
Tidak hanya itu, proses pengajuan juga melibatkan upaya meningkatkan internalisasi budaya di masyarakat, memfasilitasi komunitas dalam menyiapkan dokumen yang diperlukan, dan melakukan pengusulan ulang jika ada tambahan elemen budaya yang relevan untuk dimasukkan dalam daftar warisan budaya dunia.
Pengajuan warisan budaya Indonesia ke UNESCO juga berkaitan erat dengan nilai universal luar biasa (Outstanding Universal Value/OUV), yang merupakan syarat utama agar sebuah budaya dapat diakui sebagai Warisan Dunia. Nilai ini mencakup pengakuan terhadap pentingnya budaya tersebut yang melampaui batas negara dan memiliki makna besar bagi umat manusia secara keseluruhan. Contohnya, Indonesia telah berhasil mencatatkan sejumlah warisan budaya tak benda yang diakui oleh UNESCO, seperti Wayang, Keris, Batik, Angklung, Tari Saman, dan Gamelan.
Untuk memastikan keberlanjutan pelestarian budaya, pemerintah Indonesia juga telah menerbitkan berbagai regulasi, seperti Undang-Undang Cagar Budaya dan peraturan terkait pengelolaan dan pelestarian warisan budaya di tingkat nasional maupun daerah. Di Yogyakarta, misalnya, telah diterbitkan peraturan daerah yang mendukung pelestarian cagar budaya, dengan melibatkan sektor swasta dalam kolaborasi untuk meningkatkan upaya pelestarian ini.
Pengajuan warisan budaya tak benda Indonesia ke UNESCO merupakan sebuah proses yang memerlukan perencanaan matang, kerja sama antarnegara, dan keterlibatan berbagai pihak. Dengan langkah-langkah strategis yang terus dijalankan, diharapkan warisan budaya Indonesia dapat terus dilestarikan dan diakui di kancah internasional sebagai bagian dari Warisan Dunia. (Kemendikbud/Antara/Z-3)