KASUS penembakan tiga pelajar SMKN 4 Semarang oleh polisi hingga menewaskan Gamma Rizkynata Oktafandy (16), serta melukai dua rekannya S,16, dan A,17, yang hingga kini masih dirawat di rumah sakit mendapat kecaman. Bahkan berbagai pihak membantah klaim polisi yang menyebutkan korban adakah anggota gangster.
"Almarhum merupakan siswa yang cerdas dan orang baik. Tidak pernah aneh-aneh dalam pergaulan, bahkan sebelum meninggal sempat ke rumah saya sepulang sekolah," kata Akbar, sahabat GRO Senin (25/11) saat bertakziah.
Hal serupa diungkapkan Staf Kesiswaan SMKN 4 Semarang Nanang Agus B. Dia mengatakan almarhum Gamma Rizkynata Oktafandy merupakan siswa berprestasi di sekolah dan anak yang baik serta selalu mendapat nilai akademis bagus, sehingga sangat tidak mungkin terlibat dalam gengster seperti klaim polisi.
Pihak sekolah sangat kaget dengan meninggalnya korban, lanjut Nanang Agus, apalagi akibat penembakan, termasuk dua siswa lainnya. Bahkan lebih mengagetkan lagi tuduhan polisi yang menyebutkan korban merupakan anggota gangster. "Sangat kecil kemungkinannya itu," imbuhnya.
Satpam Perumahan Paramount seperti dikatakan merupakan lokasi tawuran juga membantah adanya perkelahian pada malam itu, karena satpam yang berjaga di depan perumahan tidak mendengar adanya perkelahian antarkelompok gengster seperti disebutkan polisi. "Tidak ada kejadian apalagi keributan, kalau ada pasti dilaporkan ke atas," ujarnya.
Kriminologi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Budi Wicaksono, mengecam tindakan penembakan terhadap siswa SMKN 4 Semarang tersebut. Dia mengatakan tindakan tersebut tidak sesuai prosedur dan melanggar prinsip tindakan tegas yang terukur.
"Harus tembak atas dulu, kemudian tembak tanah dan jika pelaku masih menyerang bisa tembak kaki, namun menembak langsung ke arah pinggul, dada atau anggota vital lainnya tidak dibenarkan," kata Budi.
Tidak semua penyerangan harus direspons dengan tindakan tegas berupa penembakan langsung. Menurut Budi, tembakan peringatan bertujuan untuk memberikan jeda dalam situasi membahayakan, seperti jika mendekati polisi tanpa membawa senjata tidak sepantasnya langsung melakukan tindakan tegas dengan penembakan.
Selain itu dalam kasus ini, Budi Wicaksono juga mempertanyakan apakah korban yang masih di bawah umur itu benar-benar membahayakan nyawa polisi sehingga harus ditembak, apa anak itu memang niat mau membunuh? "Apa dia membawa clurit, pistol atau senjata tajam? Maka jika tidak ada ancaman nyata tindakan tersebut jelas melanggar," tambahnya. (N-2)