KETUA Dewan Audit Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Sophia Wattimena, mengungkapkan di tengah perkembangan pesat transformasi digital, membawa risiko besar termasuk dalam hal kebocoran data. Mengutip data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) per September 2024, sebanyak 7 juta data dari Tanag Air terekspos di dark web atau bagian tersembunyi dari internet yang tidak terindeks oleh mesin pencari biasa.
"Terdapat 7 juta data yang terekspos di dark web, dengan lebih dari 450 instansi yang terdampak dan sekitar 3% di antaranya dari sektor keuangan," ujarnya dalam Risk and Governance Summit (RGS) 2024 di Jakarta, Selasa (26/11).
Sophia menjelaskan berdasarkan publikasi Institute of Internal Auditors (IIA) mengenai laporan Risk in Focus tahun 2025, keamanan siber dan disrupsi digital masuk dalam lima besar risiko yang perlu menjadi perhatian stakeholders ke depan.
Sebagai regulator, lanjutnya, OJK terus memperkuat industri infrastruktur digital secara tangguh dan aman. Di antaranya menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No. 11/POJK.03/2022 tentang Penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh Bank Umum. Tujuan POJK ini untuk mengatur penggunaan teknologi informasi oleh bank umum agar meningkatkan keamanan, efisiensi, dan kualitas pelayanan keuangan.
Selain itu, pihaknya juga meluncurkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 4/POJK.05/2021 Tahun 2021 tentang Penerapan Manajemen Risiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi Oleh Lembaga Jasa Keuangan Nonbank. Sophia menambahkan aturan-aturan tersebut diperkuat dengan kehadiran Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) untuk mengawasi inovasi teknologi sektor keuangan dan aset keuangan digital.
"Kami juga telah mempertimbangkan tata kelola yang baik dengan merilis pedoman keamanan siber untuk penyelenggara inovasi teknologi sektor keuangan, serta kode etik penggunaan kecerdasan buatan atau AI," jelasnya.
Upaya-upaya tersebut, ungkap Sophia, dilakukan untuk merespons isu penurunan digital trust atau kepercayaan pemakaian digital. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Edelman Trust Barometer, menunjukkan adanya tren penurunan secara global untuk digital trust. Secara umum 14 dari 22 negara mengalami penurunan, dan 6 negara di antaranya yang menunjukkan penurunan sebesar 2 digit poin itu adalah Amerika Serikat, Kanada, Jepang, United Kingdom, Prancis, dan Australia.
"Tantangan di era digital ini tentunya tidak hanya datang dari risiko siber dan perkembangan AI, tetapi juga dari dinamika yang terjadi di pasar keuangan termasuk aset digital seperti cryptocurrency yang memiliki volatilitas sangat tinggi," pungkasnya. (Z-9)