KEKERASAN terhadap perempuan masih menjadi permasalahan di kalangan masyarakat. Menurut laporan organisasi internasional, jutaan perempuan di dunia menjadi korban kekerasan fisik, psikologis, maupun ekonomi.
Tidak ada informasi mengenai persentase kekerasan terhadap perempuan di dunia secara pasti. Namun, di Indonesia sendiri pada tahun 2023, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat 26.161 kasus kekerasan terhadap perempuan. Jumlah ini meningkat 4,4% dibandingkan tahun 2022.
Berkaca dari kasus itu, kita diingatkan pada 25 November diperingati sebagai Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan. Tanggal ini pertama kali diperingati tahun 1981 dalam Kongres Perempuan Amerika Latin yang pertama.
Tujuan peringatan ini untuk mendorong upaya penghapusan kekerasan dan meningkatkan kesadaran kekerasan terhadap perempuan adalah pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Untuk memperingati hal ini, kamu mungkin perlu menyimak Catatan Kekerasan terhadap Perempuan dari tahun ke tahun. Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) setiap tahunnya merilis Catatan Tahunan (CATAHU) yang berisi data kasus kekerasan berbasis gender (KBG) terhadap perempuan di Indonesia.
Catatan Komnas terhadap kekerasan perempun dari tahun ke tahun :
1. Catatan Tahunan 2023 (Kekerasan dalam Rumah Tangga - KDRT)
Mencatat adanya penurunan jumlah pengaduan kasus kekerasan secara umum. Namun, pengaduan ke Komnas Perempuan meningkat. Kekerasan dalam ranah personal, seperti kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan dalam hubungan pacaran, masih mendominasi laporan kasus kekerasan berbasis gender.
2. Catatan Tahunan 2022 (Kekerasan Seksual dan Kekerasan Siber)
Mencatat peningkatan jumlah, jenis, dan kompleksitas kasus kekerasan terhadap perempuan. Jenis kekerasan yang semakin beragam meliputi kekerasan seksual dan kekerasan berbasis internet, seperti pelecehan seksual online.
3. Catatan Tahunan 2021 (Kekerasan Seksual, Kekerasan Siber, dan Perkawinan Anak)
Mencatat lonjakan kasus kekerasan seksual, kekerasan berbasis internet (kekerasan siber), serta peningkatan perkawinan anak selama pandemi covid-19. Pembatasan sosial yang diterapkan selama pandemi memperburuk situasi kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak.
4. Catatan Tahunan 2020 (Kenaikan Drastis Kasus Kekerasan)
Mencatat peningkatan yang sangat besar dalam jumlah kekerasan terhadap perempuan, yakni 792% dalam 12 tahun terakhir.
5. Catatan Tahunan 2017 (Perkawinan Anak dan Kekerasan Seksual)
Menggambarkan berbagai spektrum kekerasan terhadap perempuan, termasuk tingginya angka dispensasi perkawinan (kelonggaran untuk menikah di bawah usia yang sah).
6. Catatan Tahunan 2011 (Kekerasan atas Nama Agama dan Moralitas)
Mencatat sejumlah kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi dengan alasan agama dan moralitas. Kasus-kasus ini menunjukkan bagaimana norma agama dan moral digunakan untuk membenarkan kekerasan terhadap perempuan.
7. Catatan Tahunan 2007 (Konsentrasi Kasus Kekerasan di Jakarta dan Jawa Tengah)
Mencatat kasus kekerasan terhadap perempuan paling banyak ditemukan di wilayah Jakarta dan Jawa Tengah. Hal ini menunjukkan kedua wilayah itu membutuhkan perhatian lebih dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan.
Sebagai bagian dari upaya untuk menghapus kekerasan terhadap perempuan, setiap individu memiliki peran dalam menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung. Kesadaran dan tindakan bersama dapat mengurangi kekerasan, memberikan ruang bagi perempuan untuk hidup tanpa rasa takut, serta memastikan hak asasi mereka dihormati dan dilindungi. (Komnas Perempuan/DPR/Z-3)