MUHAMMAD Habibi, 8, sejak pulang sekolah Sabtu (23/11) siang akhir pekan lalu, sudah mengingatkan ibu nya Nurbaiti,43, bahwa pada Senin (25/11) adalah Hari Guru Nasional 2024. Pemberitahuan itu sebagaimana disampaikan gurunya di sekolah mereka.
Siswa kelas III SD Negeri Desa Neulop, Kecamatan Delima, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh, itu berdiskusi kecil dengan sang ibu nya Nurbaiti, 43, tentang hadiah apa sebagai isi kado yang diberikan kepada guru nya di hari guru.
Habibi tampak lebih ceria lagi pada Minggu malam, sepulang dari jemaah salat magrib dari Masjid At-Thaibin Ceurih, Kecamatan Delima. Ketika itu dia melihat ibunya sedang menjahit sesuatu kain bahan isi kado yang akan dipersembahkan untuk guru kelasnya Yusmarni.
Malam itu Habibi pun langsung istirahat tidur setelah pulang jemaah salat insya bersama ayahnya. Harapannya besok hari Senin (25/11) pagi sepulang salat berjemaah bersama sang ayah, di masjid Agung Al-falah, Kota Sigli, ibukota Kabupaten Pidie, Aceh, anak ke 5 dari 6 bersaudara itu lebih awal berangkat sekolah.
"Salat subuh berjemaah dan ikut majelis pengajian yang diasuh Dai Internasional asal Aceh, Dr Teungku Amri Farmi Anziz dan tiga Teungku lainnya sudah menjadi rutinitas atau keharusan saban hari" tutur Nurbaiti ibu kandung Muhammad Habibi.
Walaupun jarak antara Majid Al-Falah ke tempat tinggal Habibi di Desa Blang Garot, Kecamatan Indrajaya berjarak sekitar 8 km arah utara, namun waktu pulang, sekitar pukul 07.00 Wib sudah sampai di rumahnya.
Setelah mandi dan bergegas memakai seragam sekolah, ternyata ibunya sudah duluan menyediakan kado berbentuk kotak kardus berukuran 10 cm x 10 cm, panjang sekitar 30 cm sebagai oleh-oleh untuk sang guru wali kelas. Itu dimasuki dalam kantong plastik dan di ikat pada tas ransel punggung milik Habibi.
Habibi pun berangkat ke sekolahnya SD Negeri Desa Neulop, Reubee, Kecamatan Delima, sebuah kawasan pedalaman Pidie, berjarak sekitar 6 km sebelah barat kampung tempat tinggalnya Desa Blang Garot, Kecamatan Indrajaya. Sekitar pukul 08.00 Wib si murid kelas III itu sudah tiba di sekolahnya dan upaca bendera jugab sedang dimulai.
Kali ini upacara bendera berlangsung unik, berbeda dari hari biasanya. Pasukan penggerek nendera pusaka merah putih, dirgen lagu Indonesia Raya, pembacaan teks proklamasi, semua di lakukan oleh para guru. Bahkan pidato hari guru hingga komandan upacara juga oleh para pendidik, meskipun guru perempuan.
"Murid hanya menjadi peserta upacara dan melantunkan lagu guruku pahlawan tanpa tanda jasa," tutur Muhammad Habibi, Senin (25/11).
Begitu upacara usai, ratusan murid antrean di halaman sekolah bersalaman dengan kepala Sekolah Sawitan dan para dewan guru lainnya. Sang pelita ilmu pengetahuan itu berbaris persis di depan kantor sekolah dan berhadapan dengan tiang bendera sang saka. Kala suasana khidmat dan hening itulah raut-raut wajah pendidik dan anak asuhnya terlihat hanyut dalam keharuan.
Satu persatu tangan mungil nan lembut murid kelas I SD itu menyalami sang guru mereka. Tangan tangan dingin murid kelas II, kelas III hingga murid kelas VI pun satu persatu menyentuh kehangatan pegangan tangan gurunya.
"Maafkan kami bila salah dalam mendidik mu atau kadang-kala kasar saat mensikapi mu anak-anak kami semua" tutur Rohanibah, guru kelas I.
Sambil siswa-siswi itu bernyanyi lagu-lagu cinta guru. Satu persatu sang guru luluh larut dalam keharuan mendalam. Mereka seperti tidak berdaya melihat wajah-wajah polos nan lugu menarik bait-bait nyanyian sendu itu.
Usai bersalaman dengan guru semua, anak-anak dipersilahkan masuk ruang kelas masing-masing. Bersama teman-teman, mereka terlihat tidak sabar menunggu guru wali kelas masuk menyapa di hari bahagia itu.
Wajah ceria bercampur haru, ingin segera kehadiran sang guru masuk kelas berada di depan menghadap ke arah mereka. Kado oleh-oleh beragam isi sesuai kemampuannya. Mulai dari bunga hias plastik, pakaian sederhana, sapu tangan, hand body, bedak dan piring makan hingga kue atau cokelat ringan siap mereka persembahkan kepada guru tercinta.
"Pada hari Sabtu akhir pekan lalu, kami di beritahukan bahwa Senin ulang tahun Hari Guru Nasional. Hari Minggu kami tidak bersua, tapi rasa rindu kami pada guru memuncak saat upacara hari ini" tutur Habibi.
Sekitar 7 menit mereka tunggu dalam ruang kelas, orang yang dinantikan yaitu Ibu Wali kelas III, Yusmarni tiba memasuki ruangvkelas seraya mengucapkan "Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh ".
Begitu guru mereka masuk ke dalam ruang kelas dan sudah berada depan papan tulis, suasana riuh-reda bercampur rindu menggema. Tidak seperti biasanya di Hari Guru Nasional ini Ingin segera dan bersalaman dengan Wali kelas.
Guru adalah guru, meski terkadang suasana riuh-gembira mereka mampu dan tidak lelah merendamkan suasana. Lalu begitu kondisi murid-murig nya itu hanyut dalam gelombang kemarahan merekapun penuh sabar menghapinya.
Tak ubah seperti hari-hari biasa, begitu masuk kelas, Ibu Yusmarni meminta murid kelasnya itu segera membaca doa, membaca surat pendek Al-Fatihah, Al-A'laq dan An-Nas. Lalu dilanjutkan berselawat kepada Rasulullah SAW.
Berikutnya Yusmarni, Wali kelas III itu menjulur tangan kanannya gunan untuk bersalaman. Anak-anak pun dengan kado di tangannya seprti ingin saling di depan kala hendak bersalaman. Sambil menyerahkan oleh-oleh kado sederhana itu. Entah apa saja isi di dalam kado, hanya pemiliknya yang tahu.
Setelah diawali beberapa teman-teman yang lain, Muhammah Habibi pun mengambil kadonya seraya melangkah ke depan. Sambil mengulurkan tangan bersalaman dengan ibu guru yang telah tiga tahun lamanya membibing dan memandu dunia pendidikan mereka.
Agak sedikit berbeda dengan murid lainnya, Habibi tampak lebih bersahaja mencium tangan guru kelasnya Ibu Yusmarni itu. Dia terlihat seperti sangat formal kala menyerahkan kado hadiah Hari Guru itu.
Ibu Yusmarni pun sempat terucap "Ini Habibi sangat spesial penyerahannya".
"Terimakasih Bu ya....
Kado ini hadiah dari mamak Saya, sebagai tanda terima kasih Kami untuk Ibu... " tutur Habibi.
Mendengar penuturan Muhammad Habibi, Ibu Yusmarni pun sempat hening sejenak. Lalu memegang dan mengusap kepala muridnya itu dengan wajah ceria bercampur haru.
"Isi kado saya itu celana muslimah warna putih bersih bersulaman bordier khas Aceh. Walaupun isinya sangat sederhana, namun ini sangat bermakna. Itu hadiah Mamak saya untuk guru kami.
Sebelumnya satu abang saya kini sudah mulai bekerja. Satu lagi kakak perempuan saya hampir selesai kuliah mau jadi dokter. Dua kakak saya lainnya lagi juga sekolah di sini" tutur Habibi dengan tatapan wajah polos.
Setelah penyerahan kado kepada para guru sudah berakhir, anak-anak itu disuguhkan makan bersama. Meskipun makanan cukup sederhana yaitu berupa mie caluek khas Aceh. Tapi sangat terasa kebersamaan dan kental kekompakan diantara sesama mereka. (H-2)