PNEUMONIA adalah infeksi yang menyerang paru-paru dan dapat memengaruhi semua usia, terutama balita dan lanjut usia. Baru-baru ini, lonjakan kasus pneumonia menjadi perhatian khusus. Ada cara yang bisa dilakukan untuk mendeteksi awal penyakit tersebut yang bisa dilakukan.
"Pneumonia adalah radang paru-paru yang disebabkan infeksi mikroorganisme, yang dapat merusak jaringan paru. Jika kerusakan tersebut mengganggu pasokan oksigen, dapat berujung pada kematian," kata Dr. Wahyuni Indawati, Sp.A(K), dokter spesialis anak dan subspesialis respirologi lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI) dikutip Antara, Senin (25/11).
Cara deteksi dini pneumonia dengan menghitung frekuensi nafas
Wahyuni mengatakan untuk mendeteksi pneumonia pada anak secara dini, orangtua dapat menghitung frekuensi napas anak dalam satu menit. Cara ini dapat disesuaikan dengan usia masing-masing anak.
- Bayi di bawah 2 bulan: batasan frekuensi napas adalah 60 kali per menit
- Anak usia 2–12 bulan: batasan frekuensi napas adalah 50 kali per menit
- Anak usia 1–5 tahun: batasan frekuensi napas adalah 40 kali per menit.
Selain menghitung frekuensi napas, orang tua juga disarankan untuk memperhatikan adanya tarikan dinding dada ke dalam saat anak bernapas.
Tarikan dinding dada adalah tanda fisik yang dapat menunjukkan bahwa anak mengalami kesulitan bernapas. Kondisi ini harus diwaspadai sebagai salah satu indikasi pneumonia, yang memerlukan penanganan segera di fasilitas kesehatan.
Deteksi dini sangat penting untuk mencegah komplikasi yang lebih serius. Jika tidak segera diobati, Pneumonia dapat menyebabkan kadar oksigen dalam tubuh turun drastis, yang berisiko menyebabkan kerusakan organ bahkan kematian.
Setelah memahami cara mendeteksi dini, penting juga bagi orangtua untuk mengenali gejala awal pneumonia.
Gejala Pneumonia
Pneumonia merupakan penyakit menular yang perlu diwaspadai. Untuk mencegah penyebarannya, penting bagi kita untuk mengenali gejala-gejalanya.
Gejala pneumonia sering kali mirip dengan batuk dan demam biasa, sehingga banyak orang tua menganggapnya sepele dan berharap penyakit ini akan sembuh dengan sendirinya. Namun, pneumonia memiliki ciri khas yang membedakannya, yaitu batuk yang disertai napas cepat atau sesak.
“Hati-hati dengan gejala ‘BBB’ atau bukan batuk biasa. Perhatikan apakah anak mengalami sesak napas atau terdapat tarikan dinding dada saat bernapas. Jika gejala ini muncul, waspadai karena bisa menjadi tanda pneumonia,” jelas Dr. Wahyuni.
Jika anak menunjukkan gejala pneumonia, orang tua disarankan segera membawa anak ke fasilitas kesehatan terdekat tanpa menunggu kondisi memburuk, seperti sesak berat atau kulit membiru.
Data penyakit pneumonia
Menurut data UNICEF tahun 2019, pneumonia menyebabkan sekitar 2.200 anak balita meninggal setiap hari di seluruh dunia.
Di Indonesia, penyakit ini tetap menjadi perhatian serius, dengan laporan WHO pada tahun 2021 mencatat bahwa pneumonia menyumbang 740.000 kematian anak di bawah usia lima tahun, atau sekitar 14% dari total kematian balita secara global.
Perlu diketahui bahwa Pneumonia merupakan penyakit menular yang menjadi penyebab utama kematian pada anak-anak di seluruh dunia. Penyakit ini sering kali tidak terdeteksi dengan cepat, sehingga penting untuk mengetahui cara mendeteksi gejalanya secara dini agar dapat segera ditangani.
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko pneumonia pada anak antara lain:
- Bayi di bawah dua tahun yang tidak mendapatkan ASI eksklusif
- Kurangnya imunisasi PCV
- Malnutrisi
- Lahir prematur atau berat badan lahir rendah (BBLR)
- Paparan polusi atau asap rokok
- Tinggal di area padat
- Penyakit bawaan seperti HIV, kelainan jantung, atau penyakit kronis lainnya.
Dengan mengenali gejala dan faktor risikonya, langkah pencegahan dan penanganan pneumonia dapat dilakukan lebih cepat dan tepat. (Ant/Kemenkes/P-5)