TARGET pertumbuhan ekonomi 8% yang dicanangkan pemerintahan Prabowo Subianto harus ditopang ketahanan energi. Salah satu kunci ketahanan energi adalah pengangkutan energi yang andal dan efisien.
Pengamat ekonomi energi FEB Universitas Padjadjaran Bandung, Yayan Satyakti, menilai peran kunci pengangkutan energi telah dijalankan dengan baik oleh Pertamina International Shipping (PIS) yang mengangkut Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liquified Petroleum Gas (LPG) ke seluruh Indonesia melalui jalur laut.
“Mengingat kondisi negara kita sebagai negara kepulauan, keandalan pengangkutan energi akan menstabilkan ketersediaan energi dalam negeri, khususnya BBM dan LPG. Di sini peran penting PIS sebagai ‘pembuluh darah’ penyalur energi,” ujar Yayan dalam keterangannya, Rabu (4/12).
Yayan menambahkan, kestabilan pasokan BBM dan LPG sangat penting untuk menggerakkan roda perekonomian lokal, baik sektor-sektor industri manufaktur, transportasi, UMKM, maupun ekonomi rumah tangga. Stabilnya sektor industri hingga rumah tangga akan memicu akselerasi pertumbuhan ekonomi.
“Dari data aliran input dan output ekonomi yang diterbitkan BPS, bisa kita simulasikan, bahwa untuk mengejar pertumbuhan 8% pada 2026 dengan skenario Net Zero Emission 2060, maka Indonesia membutuhkan investasi 2,7 kali lipat dari 2016 sebagai patokan. Jika kita turunkan ke sektor energi, maka untuk mencapai target 8% pada 2026, kita membutuhkan tambahan pembangkit gas 1,82 kali, tambahan geotermal 1,25 kali, dan pembangkit diesel 0,5 kali lipat dari 2016. Target ini, membutuhkan penyangga yang kuat berupa logistik energi yang andal dan efisien, seperti yang telah dijalankan PIS selama ini,” tambah Yayan.
PIS, sambung Yayan, sebagai bagian dari Pertamina memiliki peran penting dalam mendukung sistem logistik energi nasional. Setiap tahunnya, PIS mengelola lebih dari 20 ribu call/voyage untuk kebutuhan energi dalam negeri. Yayan menilai, PIS adalah kunci dalam menjawab tantangan geografis Indonesia.
“Sebagai pemain utama dalam logistik energi, PIS harus mampu mengantisipasi peningkatan kebutuhan energi hingga dua kali lipat pada 2030, terutama untuk mendukung pertumbuhan ekonomi 8%. Kapabilitas ini akan menjadi tulang punggung dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Yayan mengungkapkan bahwa pembangunan infrastruktur logistik yang merata mulai dari wilayah barat, tengah, hingga timur Indonesia akan meningkatkan efisiensi distribusi energi dan memperkuat ketahanan energi nasional.
“Energi adalah penggerak roda perekonomian. Jika logistik energi tidak berjalan lancar, dampaknya dapat berlipat ganda ke sektor ekonomi yang lain. Dengan memperkuat bufferstock, meningkatkan efisiensi logistik energi, dan membangun infrastruktur yang memadai, Indonesia dapat memastikan terwujudnya kestabilan pasokan energi untuk seluruh wilayah Indonesia. Ketahanan energi yang solid ini akan menjadi kunci tercapainya target pertumbuhan ekonomi," tandasnya. (J-3)